Setelah mendapatkan nomor ponselnya, aku masih butuh waktu untuk berpikir. Apakah aku masih boleh menghubunginya kembali? Meminta tolong lagi padanya, disaat ia sudah mendapatkan kemalangan karenaku. Kupikir laki-laki ini akan membenciku, dan tidak ingin berurusan lagi padaku. Tetapi ternyata, setelah aku memberanikan diri untuk menelpon, Sammy terdengar sangat senang dan bersyukur.
“Aku sudah lama tidak mendengar kabar darimu. Yang aku tahu dari Ibuku, hanya kamu sudah pulang. Itu saja. Untunglah kamu baik-baik saja.” Ucapnya, dari seberang telepon.
“Maafkan aku, sudah membuatmu kerepotan. Setelah menerima bantuanmu yang begitu besar, aku malah kembali lagi kemari.”
“Sejak Ibuku memberitahukanku bahwa kamu pulang kembali ke rumah dengan kehilangan ingatan, Aku jadi bertanya-tanya dalam pikiranku. Apakah seharusnya saat itu, aku tidak memaksamu untuk ikut bersama laki-laki itu. Apakah kamu akan lebih bahagia bila tetap berada di sini, tidak dengan laki-laki itu?”
“Tidak akan ada yang tahu bagaimana masa depan, Sammy. Aku tidak pernah menyesal pernah menerima bantuan darimu.” Kami terdiam sejenak tanpa ada percakapan lagi, mungkin sekitar sepuluh detik. Baru aku kembali memulai percakapan, “Ayah mengatakan padaku bahwa Liam sudah mati. Saat dia jatuh bersamaku, Liam…” Kusadari air mata jatuh ke pipiku, suaraku tertahan.
Lama Sammy terdiam, terkejut atas apa yang kusampaikan. “Aku turut berduka cita atas itu.”
“Tapi aku belum melihatnya sendiri, Sam. Aku tidak mau percaya, sampai kubuktikan sendiri.” Kuremas bajuku, sebelum melanjutkan berbicara, “Apa aku bisa meminta bantuanmu lagi?” Mungkin seharusnya aku tidak boleh lagi membebaninya dengan masalahku. Tapi aku benar-benar hanya bisa mempercayai Sammy.
“Tentu saja. Sekarang aku akan mencari tahu alamat rumah Liam. Kita akan bertemu hari minggu, saat aku libur bekerja.” Suara lembut Sammy menenangkanku, membuatku berpikir setidaknya aku masih punya harapan.
***
Dengan taksi, aku melaju ke sebuah minimarket kecil dekat rumah. Tempat aku dan Sammy janjian hari ini, hari Minggu. Yah, ini adalah minimarket yang juga menjadi tempat janjian aku dan Liam untuk bertemu dulu, ketika kami hendak pergi bersama. Sedikit bernostalgia membuatku terhibur.
Sekitar lima menit menunggu, Sammy tiba dengan mobil yang ia pinjam dari temannya. Pekerjaannya yang sekarang, sebagai seorang kasir supermarket, membuatnya memiliki keterbatasan untuk mencari informasi mengenai Liam dan keluarganya. Tidak seperti saat kerja pada Ayahku, saat ini ia tidak memiliki banyak akses untuk memata-matai seseorang.