A Piece of Puzzle

Yovi Eviani Chandra
Chapter #27

Harapan Kosong

“Karena terlalu besar rasa cintaku, terkadang aku takut bila suatu saat kamu akan meninggalkanku. Bagaimana aku bisa melanjutkan hidup setelahnya.” Liam memelukku dengan sangat erat saat mengatakannya. Dia benar-benar sangat takut kehilangan diriku saat itu.

Masih sangat membekas dalam ingatanku saat ia merayuku dengan kata-kata manis seperti itu. Suhu udara sangat rendah saat itu, karena memang sudah memasuki musim dingin. Kami lewati satu musim itu tanpa pemanas yang memadai di rumah kami. Aku tak terbiasa, begitupun denga Liam. Namun karena kulit yang sensitif, musim itu semakin sulit untuk kulewati.

Aku ingat bagaimana khawatirnya Liam saat melihat kulitku mengering. Kulit tanganku pecah-pecah, hingga menimbulkan luka-luka kecil. Dengan sabar laki-laki itu mengolesi tanganku dengan krim yang ia beli seadanya di apotek dekat rumah. “Aku akan bekerja lebih keras lagi, agar bisa membelikanmu penghangat ruangan yang lebih layak, juga alat pelembab udara, agar kamu tidak tersiksa seperti ini.” janjinya saat itu. Ia memelukku erat, sangat erat hingga aku kesusahan untuk bernapas.

Bila hidupku adalah sebuah novel, mungkin itu adalah happy ending ku. Penulis tidak akan melanjutkan tulisannya, dan hanya akhir yang bahagia yang diketahui oleh pembaca. Siapa yang tahu bagaimana kisah Cinderella, Putri Salju atau pun Putri tidur setelah mereka menikah dengan pangeran yang dicintai mereka?

Masih memegang ponselku, foto Liam masih terpampang pada layarnya. Terdapat juga empat orang temannya pada foto-foto yang diambil dengan latar belakang kampus ternama kota sebelah itu. Di ambil dari sebuah sosial media, terpampang nama Rebecca sebagai pemilik akun. Sarah menjelaskan di dalam chat nya, bahwa Rebecca adalah teman kursus baletnya saat ia menduduki sekolah dasar dulu.

Bibirku diam, tapi hatiku penuh dengan pertanyaan. Bernostalgia membuatku semakin merasa terpuruk. Bila semudah ini baginya untuk mengakhiri, mengapa saat itu ia begitu memperjuangkan hubungan kami? Atau mungkinkah ia membenciku? Mungkin saja dia sudah tau penyebab kematian ibunya berkaitan dengan Ayahku. Apakah kini aku tidak penting baginya?

Hatiku masih kalut, tapi tidak mungkin juga aku hanya terdiam seperti ini. kuarahkan layar ponselku ke sosial media yang kupunya. Kucari nama yang tertera pada foto tersebut. Ketemu! Setelah aku mensortir banyak nama Rebecca, aku mendapatkan akun Rebecca yang kumaksud.

“Hai, aku adalah teman baik Sarah. Sepertinya aku kenal dengan temanmu yang ada di foto ini. Liam kan namanya? Aku kehilangan kontaknya, karena baru saja ponselku hilang. Bisakah aku meminta nomor ponselnya?” ku kirimkan pesan secara personal pada akun sosial medianya.

Aku kembali mengurung diri di kamar tidurku seharian, menunggu balasan dari Rebecca. Pandangan mataku tidak bisa teralihkan dari layar ponselku. Sekitar dua jam kutunggu, balasan yang kunantikan datang. Sebuah pesan dari Rebecca.

“Hai, Lilly. Seharusnya aku tanya Liam dulu sebelum memberikan nomor ponselnya pada orang lain. Tapi Sarah sudah menghubungiku sebelumnya, dan memintaku untuk memberikan nomor ponsel Liam pada ku. Jadi, ini nomor ponselnya.”

Kudapatkan akses untuk kembali menghubungi Liam. Tapi rasa raguku muncul, takut bila aku akan kecewa setelah menghubunginya. Bagaimana kalau dia tidak senang? Bagaimana kalau dia memakiku? Ataukah, mungkin saja dia akan senang? Mungkin saja dia juga tidak tahu bagaimana cara menghubungiku. Ayahku berbohong tentang kematian Liam, jadi bisa saja Liam juga dibohongi dengan cara yang sama.

Kuhubungi nomor ponsel Liam, setelah berpikir selama satu jam. Tidak diangkat, kuulangi hingga sekitar lima atau enam kali. Hingga ia mengangkat teleponnya.

“Halo.” Ya, ini dia suaranya. Suara yang sangat akrab dengan telingaku, suara yang kurindukan.

“Ini aku.” Sapaku akhirnya, setelah membiarkannya menunggu selama beberapa detik.

Sunyi, Liam tidak menjawab. Aku tidak bisa melihat wajahnya melalui telepon. Tidak bisa kutebak, apakah ia terlalu bahagia, atau justru kecewa?

“Liam?” panggilku, memastikan ia masih pada teleponnya.

Lihat selengkapnya