Tanpa semangat aku melangkah pagi ini, masuk ke dalam kantor perusahaan Ayahku. Hari ini aku berangkat bersama Ayah, kuikuti langkahnya menuju ruang kerja pribadi beliau.
Kurebahkan badanku ke salah satu sofa di sana. Seharusnya aku segera membuka laptopku, tapi perasaanku sedang tidak dalam keadaan baik. Sambil memeriksa dokumen yang telah diletakkan sekretarisnya di atas mejanya, beliau melirikku.
“Apa yang membuatmu tampak lesu? Kamu masih memikirkan masalah target yang tidak bisa kamu capai? Atau karena masalah Liam kemarin?” Tanya Ayah.
Kupegangi keningku, memalingkan wajah dari Ayahku. Pertanyaan Ayah tidak bisa kujawab. Jadi aku memilih untuk membuka laptop yang ada di meja depanku, dan kunyalakan. “Hari ini aku harus mengerjakan apa?” tanyaku, mengalihkan pembicaraan.
Dilepaskannya dokumen yang Ayah pegang. Beliau berjalan mendekatiku, dan menutup laptop yang menjadi pengalih pembicaraan kami. Aku menjadi salah tingkah ketika beliau duduk di sampingku.
“Hasil kerjamu sudah sangat bagus, apalagi kamu baru satu tahun di sini. Ide-idemu untuk perusahaan pun sangat membantu. Situasi kita memang sedang sedikit sulit, jadi memang agak susah untuk menaikkan profit.”
“Tetap saja, tidak mencapai target.”
“Jangan terlalu terpaku pada target. Bekerja tidak akan menyenangkan bila kamu terlalu tertekan.”
Kugerakkan bahuku sebagai pengganti jawabanku.
“Memang tidak mencapai targetmu, tapi untuk target Ayah, ini masih masuk. Jadi, segala keputusan dalam hidupmu, kamu boleh menentukan sendiri.” Keputusan Ayah membuatku terkejut, segera kulihat Ayah untuk memastikan apakah beliau serius atau tidak, “tapi kamu tetap harus berdiskusi pada Ayah atau Ibu terlebih dahulu.” Lanjutnya.
“Termasuk hubunganku dengan Liam?” tanyaku.
“Anak itu memang anak yang baik, dia bersungguh-sungguh dengan perasaannya.” jawab Ayah, “Tapi apa tidak terlalu sulit untukmu? Kamu sudah tahu sejarah hubungan keluarga kita dengan mereka.”
“Liam selalu muncul setiap aku memikirkan tentang masa depan. Bagiku lebih susah untuk menghapusnya dari masa depanku.”