Senandung yang tergumam terdengar datar, tidak sesuai dengan melodi lagu kala Chava berjalan menuju kembali ke asrama. Iya, Mama bilang Chava buta nada. Sering kali Chava disuruh diam saat sang Rabbi di sinagog bernyanyi karena Chava suka ikut-ikutan menggumam nada yang salah. Tapi bagi Mama bukan masalah, Chava sudah dari sananya terlahir cantik, buta nada bukan menjadi soal. Ia akan mudah mendapatkan pria mana pun tanpa harus pandai bernyanyi seperti burung-burung kecil yang mencoba menarik minat lawan jenis.
Karena sesungguhnya, Chava masih terlena oleh dansanya dengan sang pustakawan. Sesekali ia berputar seperti peri kecil dalam langkahnya saat menaiki undakan tangga kamar perempuan Menara Utara. Suasana sudah sepi, sepantasnya setiap murid sudah harus tidur sebelum jam sembilan. Semua tampak terkendali dan aman saat ia memasuki kamarnya
“Kau dari mana saja, Chavalah Liebgott?”
Gadis itu terlonjak kaget pada teguran yang terarah padanya. Dua detik, sampai ia sadar bahwa yang menegurnya adalah Beth Eaton. Prefek kelas enam dari Menara Utara sekaligus sahabatnya sendiri.
“Kau—kau bukankah kau seharusnya berpatroli prefek malam ini, Eaton?
“Oh, begitu caramu untuk berkilah yah…”
Segera, Beth mengintograsi Chava, membuat Chava berdiam terpaku padahal tidak ada yang ia sembunyikan.
“Kau bau rokok…” Beth mengernyit, “Oh, Liebgott, aku benar-benar sayang padamu. Tapi kau tidak bisa terus-terusan membuatku memilih untuk membelamu atau menjalankan tugasku sebagai Prefek!”
“Mmm, aku—well, ya aku merokok sedikit. Tapi itu bukan punyaku. Itu punya Ezio Russo. Aku tadi mengembalikan bukuku dan—” kami berdansa “—ada rokok di mejanya, jadi aku mencicipinya sedikit. Kau tahu sendiri aku suka merokok lebih daripada apapun. Aku tidak bisa menahan diriku sendiri.
“Dan Tuan Russo tidak mendetensimu?”
“Tidak, dia bilang dia sedang tidak dalam mood untuk mendetensiku. Maka ia membiarkanku pergi. Oh ayolah Beth sayang,” Chava menggamit lengannya pada Beth, mendudukkan sahabatnya pada ujung ranjang, “jika Tuan Russo tidak mendetensiku, kau pun tidak usah. Lagi pula itu bukan rokok milikku.”
Sepasang mata birunya menyorot seperti seekor kucing, memohon pada Beth. Sang prefek mendesah, “Baiklah… aku juga sedang tidak dalam mood untuk melakukan apapun.”
“Iya, balik lagi ke pertanyaanku, Eaton. Bukankah kau harus berpatroli setidaknya sampai jam 10?”
“Tidak mood kubilang. Aku bilang pada Mrs. Evans kalau aku tidak enak badan. Jadi Khan dari Asrama Bawah Tanah menggantikanku untuk berpatroli dengan Kingston malam ini.”
“Oh! Euan!” seru Chava saat mendengar Beth menyebut nama belakang kekasihnya.
“Ya, dia titip salam untukmu. Minta maaf karena jarang menemuimu. Katanya setelah ujian akhir sekolah minggu depan berakhir, ia ingin bertemu denganmu di Desa Moonbright.”
“Ah, ya, sudah lama aku tidak bertemu dengannya,” Chava memasang wajah cemberut, “rasanya aku seperti tidak punya pacar lagi untuk sekarang.
“Hey jangan begitu…” Beth menatap Chava iri, “Euan benar-benar peduli padamu. Dia hanya menjalani tugas prefeknya dengan baik. Kau tahu, demi menjaga beasiswanya di sini. Kau kan tahu itu…”
Ya, Chava tahu itu. Berbeda dengan ia dan Beth Eaton, Euan adalah murid beasiswa di Tranquillity Institute. Hal itu yang membuat Euan lebih senang belajar bersama Jeremy Stokes ketimbang menghabiskan waktu bersama Chava.
“Kau punya pacar, dari Asrama Bawah Tanah pula. Aku iri padamu, kau tahu…” ucap Beth sambil menggerak-gerakkan kakinya, tampak terlihat menahan perasaan.
“Hey! Ayolah, di sini yang prefek adalah kau. Bukan aku! Cheer up, Beth sayang. Punya pacar bukanlah segalanya,” ujar Chava sambil mengguncang pelan pundak Beth