Fox and Pixie

Davian Mel
Chapter #11

A Tale of a Pup (3)

Chava menyentuh lehernya yang berulang kali teterpa angin dingin, menunggu jika si anjing kecil tadi akan mengembalikan scarf miliknya. Namun ia tidak menemukan sosok anjing putih yang sekarang telah mencuri scarf-nya, dan Chavalah mendesah kesal karena harinya tidak berjalan dengan menyenangkan. Euan sekali lagi melupakan janji kencan mereka, dan scarf kesayangannya hilang. Chava memutuskan untuk tidak melanjutkan harinya yang terasa buruk, dan memilih untuk kembali ke Tranquility Institute.

Sambil melangkah, ia merenungkan hubungannya dengan Euan yang semakin lama semakin merenggang saat ia melihat beberapa pasangan berlalu lalang saat ia berjalan pulang. Memang waktu sudah mendekati akhir semester, Euan pasti sibuk, tetapi bukan berarti ada rasa kecewa yang ia biarkan saja. Lagi pula, ia bukan jenis gadis yang akan menggertak kekasihnya untuk lebih dahulu memprioritaskan dirinya sebagai seorang pacar. Satu-satunya jalan adalah berkomunikasi dengan Euan tentang kekesalannya jika ada waktu.

Mencoba untuk tidak pulang dengan emosi yang meluap-luap, ia melihat sekitarnya untuk mengubur perasaan agar tidak mendistorsi logikanya. Tumitnya yang beralaskan sepatu berhak tinggi terasa sedikit ngilu, sedangkan sepasang matanya menangkap sebuah bunga menarik di depan salah satu toko bunga di Desa Moonbright. Ia berhenti sejenak untuk menatap sebuah anggrek dengan mahkota sebening kristal. Dua ekor pixie kecil bermain di atas mahkota anggrek, cicit halus dan nakal mereka menghibur Chava yang tersihir pada keindahan bunga dan hiburan dari para pixie yang sedang bermain.

Sementara itu, dengan kruknya Ezio Russo berjalan menelusuri jalanan Desa Moonbright. Sepasang matanya awas pada gang-gang dan berharap ia menemukan si anjing kecil yang mencuri sapu tangan. Scarf kotak-kotak yang diberikan si anjing pada awalnya hendak ia biarkan saja berada di jalan, namun ia melipat scarf tersebut dan menyimpan di balik saku jasnya. Aroma parfum dari scarf yang ia temukan menguar dengan lembut di balik jas hitamnya, membuat Ezio merasa mengenakan parfum perempuan.

Tetap saja ia menggerutu kesal, karena sapu tangan yang dicuri si anjing adalah sapu tangan peninggalan kekasihnya yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Ada bordir timbul dengan inisial E.R. dirajut dalam huruf sambung dibuat dari benang keemasan. Memang sudah saatnya ia melupakan kekasihnya yang tiada, tetapi bukan berarti dengan cara seperti tadi. Setengah tidak ikhlas Ezio memasang telinganya untuk mendengar suara gonggongan anjing kecil, dan ia akan berubah sebagai seekor rubah untuk mengambil kembali sapu tangannya yang tercuri jika ia menemukan anjing tersebut.

Ngomong-ngomong melupakan kekasihnya yang telah tiada, Ezio teringat toko bunga dan janjinya pada Madam Proust untuk diberikan benih bunga… Ezio tidak ingat. Tetapi ia tetap saja seorang pria yang memenuhi janjinya saat ia memutuskan untuk berbelok menuju belakang toko bunga untuk menemui Charlie. Si penjual bunga tengah merangkai bunga, suara tok tok khas Ezio segera dikenal olehnya. Charlie menyapa hangat pada sang pustakawan yang sedang bermuka masam. 

“Hari yang buruk, huh…” lanjut Charlie setelah Ezio balas menyapanya.

“Tidak seberapa, aku telah mengalami beberapa hal yang jauh lebih buruk daripada ini,” ujar Ezio menghela napas, “Oh ya, kau punya benih bunga—”

“—untuk Madam Proust kutebak, hmm? Jadi kau sudah mengajaknya berkencan atau belum?” goda Charlie sambil terkekeh.

Ezio mengibaskan tangannya, “Benih bunga… bunga a—as—bisa kau sebutkan semua nama benih bunga yang kau miliki, Charlie? Aku tidak ingat.”

“Bunga aster maksudmu?”

“Nah itu.”

“Janji kau akan mengajak berkencan Madam Proust? Ayo lah… sudah berulang kali kau membelikannya benih. Dia juga gadis yang menyenangkan. Beberapa kali ke sini ia juga sering membicarakanmu.” 

Ezio sedikit banyak merasa tertarik dengan pernyataan itu, “Benarkah? Dia sering membicarakanku?”

“Ya, old man. Dia sering kali bilang kalau kau sering membelikannya bunga dan kau seorang pria pendiam yang misterius. Kurasa dia juga tertarik padamu. Ayo, tunggu apa lagi? Kita bisa melaksanakan kencan ganda jika kalian pada akhirnya berkencan.” 

Ezio merenungi ucapan itu, ia tidak pernah tahu bahwa Madam Proust menyimpan ketertarikan padanya seperti apa yang dikatakan Charlie. Ia tidak pernah berpikir bahwa ia memiliki sebuah daya tarik. Seperti yang diucapkan Charlie, dia lelaki tua. Tidak setua itu, usianya belum memasuki usia empat puluh tahun. Tetapi siapa perempuan yang menyukai seorang pustakawan berwajah sendu yang tidak memiliki kaki utuh?

“Untuk kali ini, kuberikan benih itu gratis,” Charlie melihat ke kanan ke kiri saat ia memutuskan untuk memberikan benihnya secara cuma-cuma, “jangan beri tahu Lisa jika aku memberikanmu ini secara gratis. Dia akan marah.” 

Lihat selengkapnya