Fox and Pixie

Davian Mel
Chapter #13

Coming Home (2)

Sama seperti kebanyakan murid lainnya, Ezio akan ikut kereta api menuju London di akhir tahun ajaran. Tetapi tidak dengan tahun ini, ada rencana lain yang harus ia lakukan. Ada satu vial ramuan Mamie van Doreen yang akan ia jual ke si pria tambun hidung belang di The Hound Pub. Harganya tidak murah, pun ia harus membayar utang sepupunya dengan uang ilegal yang ia dapatkan, maka ia harus bertransaksi sebelum kembali ke London.

Masih ada satu tumpuk buku-buku yang rencananya akan ia bereskan saat ia kembali dari musim panas. Namun ia masih punya beberapa waktu sebelum pulang, maka sang pustakawan memutuskan menyelesaikan pekerjaannya. Ia hanya asal mengambil album mana yang akan diputarnya, dan The Platters lah lagu yang berputar di siang yang tenang itu. 

Siang yang tenang, sampai ia sadar bahwa ada orang lain. Ia terheran-heran masih ada murid di dalam gedung sekolah, dan semakin heran saat menemukan Chavalah Liebgott lah yang masuk ke dalam perpustakaan. Sepasang matanya menatap gadis itu tidak percaya, dan hal yang pertama Ezio katakan adalah sebuah pertanyaan, “What are you doing here?”

Chava tidak segera menjawab, karena ia pun tidak berencana sama sekali untuk berada di perpustakaan menemui Ezio. Selama beberapa saat ia tidak menjawab, sampai ia kembali menemukan kata-kata, “Selama enam tahun aku menjadi murid di sekolah ini, aku tidak pernah tahu suasana sekolah ini begitu tenang tanpa kehadiran orang-orang.”

Jawaban itu tidak membuat Ezio puas, “Right, tetapi kau tidak seharusnya di sini. Kau seharusnya berada di stasiun Desa Moonbright dan—hey, apa yang kau lakukan?”

“The Platters, huh…” Chava mengambil cover piringan hitam yang terletak di meja sirkulasi perpustakaan, “kupikir kau hanya suka musik rock n roll.”

Ezio tidak tahu harus menjawab apa, “Aku suka banyak jenis musik. Aku—hey,” sekali lagi Ezio terperangah saat gadis itu kembali melompat pada meja sirkulasi menuju rak berisi piringan hitam. Sayangnya, tidak seperti yang lalu, untuk kali ini laci piringan hitamnya dikunci karena memang ia tidak akan menggunakannya selama musim panas di London. 

“Yah…” Chava mendecak kesal, “padahal aku ingin tahu koleksi lagumu yang lain.”

Gadis itu kembali berdiri dan melihat-lihat apa yang berada di balik meja sirkulasi, sedangkan Ezio masih mencerna keheranannya akan kehadiran gadis itu. Di saat yang sama, Ezio seksama memperhatikan penampilan Chavalah Liebgott. Berbeda dengan yang lalu saat gadis itu hanya mengenakan gaun tidur dan dandanan yang minimalis, kali ini gadis itu mengenakan gaun biru yang manis di balik outer dengan dandanan yang membuatnya memukau. Ezio kemudian melepas pandangannya kembali sebelum gadis itu sadar bahwa ia terlalu lama memperhatikannya. 

“Maaf, Miss, tetapi kau tidak menjawab pertanyaanku. Apa yang kau lakukan di sini?”

“Oh… aku pikir sudah tidak ada orang, sampai mendengar suara gramofon dan memastikan kau ada di sini. Dan aku senang melihatmu masih ada di sini!”

Chava tersenyum pada Ezio, sambil melihat sisa tumpukan buku yang masih belum diletakkan di tempatnya. Gadis itu kemudian membantu Ezio meletakkan beberapa buku. Dengan keterbatasan kakinya, Ezio merasa terbantu, tetapi di sisi lain ia masih belum benar-benar tahu apa yang akan dilakukannya pada gadis itu.

“Mmm, terimakasih,” ucap Ezio setelah Chava selesai meletakkan semua buku, “aku… aku ada sesuatu yang akan kuberikan padamu.” 

“Eh?” Chava menatap Ezio tidak percaya, “kau menyiapkan sesuatu untukku?” 

Persisnya bukan begitu, karena bahkan Ezio tidak pernah menyangka kehadiran Chava di sore itu. Namun entah mengapa ia merasa perlu memberikan Chava sesuatu. 

“Bisa kau ikut denganku? Karena barangnya ada di kantorku.”

Chava mengikuti Ezio menuju kantor yang berada di balik pintu di belakang meja sirkulasi. Ada sebuah sofa lama terletak di salah satu sudut kantor berhadapan dengan sebuah perapian, juga sebuah ranjang dekat dengan jendela kamar. Terdapat beberapa tumpukan buku usang dan juga buku-buku yang masih baru tetapi harus diperbaiki. Sekilas tempat itu tampak berantakan, tetapi Chava merasakan kenyamanan pada tempat itu.

Ezio membuka kopernya yang bersandar pada kaki sofa, menemukan sebuah vinyl Tony Sheridan and The Beat Brothers.

“Untukmu…” Ezio menyerahkan piringan hitam tersebut pada Chava yang masih belum menerima.

“Oh, ini album lagu-lagu saat kita berdansa kan? Benar ini untukku?”

Ezio mengangguk. 

“Mengapa?” Chava masih belum menerima, “Kau tidak ingin memilikinya? Kan banyak lagu dansa yang bagus. Kau bisa berdansa dengan istrimu nanti.”

Ezio terperangah mendengar pernyataan Chava, kemudian suara tawa lolos dari bibirnya. “Aku tidak punya istri, dan aku tidak berniat berdansa dengan siapapun setelah ini.”

Lihat selengkapnya