Pesta awal tahun ajaran diisi oleh beberapa hidangan makan malam yang meriah. Tidak seperti halnya Ezio, yang wajahnya tampak kusut dan sering kali merasa canggung setiap kali ia berkumpul bersama jajaran staff dan juga pengajar Tranquility Institute. Hanya sekali kemunculannya di Aula Utama, pada awal tahun ajaran, selebihnya ia memilih makan di kantornya sendiri ketimbang bersosialisasi dengan para staff pengajar atau pun murid.
Sebelum ini, Ezio tidak pernah benar-benar memperhatikan ratusan murid Tranquility Institute yang tersebar di empat meja besar di hadapannya. Namun kali ini, ia mengedarkan pandangannya pada jajaran murid. Awalnya ia mengira akan sulit menemukan sosok yang dicarinya, namun ternyata sosok Chavalah Liebgott tampak mencolok duduk di meja Asrama Menara Utara. Gadis itu tengah memakan kue coklat fondant dengan saus raspberry sebagai hidangan penutup, seorang murid laki-laki tengah mengobrol dengan Chava.
Setelah penolakannya pada malam Sabbath beberapa bulan yang lalu, Ezio menganggap dirinya telah membuat keputusan terbaik. Tetapi mimpinya semakin tidak tenang, Sarah berulang kali mendapatinya melamun, dan tidak jarang ia meluapkan amarahnya pada Tony dan juga Mickey setiap kali ia diusik. Pikirannya dipenuhi oleh pernyataan ’seandainya’ setiap hari, seandainya saja ia menerima kehadiran Chavalah Liebgott dalam hidupnya? Benarkah gadis itu akan membuatnya menjadi laki-laki paling beruntung di dunia ini? Apakah gadis itu akan sepenuhnya menerima kehadirannya? Bagaimana jika selama ini perkiraannya salah, dan gadis itu benar, bahwa selama ini Ezio memang menutup diri dari kebahagiaan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut berputar seperti gramofon rusak di dalam kepalanya, dan tidak heran ia akan terlihat seperti pria tertekan beberapa hari ke belakang.