Fox and Pixie

Davian Mel
Chapter #26

Hannukah

Musim Dingin, 1961

Suara klakson Rolls-Royce Silver Cloud mengusik Chava yang tengah menikmati Liburan Natal. Ia segera turun saat pintu rumahnya diketuk, dan ia menemukan seorang wanita tua dengan penampilan glamour berkaca mata hitam yang bersisian dengan supir pribadinya.

Bubbe!” sapa Chava pada wanita tua tersebut. Siapa lagi kalau bukan neneknya, Dina Freud, yang langsung menyeruak masuk tanpa izin dari Chava. “Aku tidak menyangka kau akan datang.”

“Mana ibumu?”

“Mama? Mama ada di atas. Aku akan memanggilnya.”

Bubbe melepas kaca mata dan mendesah kesal. “Aku sengaja langsung datang jauh-jauh dari Devon karena ibumu menolak keras undangan untuk merayakan Hannukah bersamaku dan kakekmu.”

Chava mengerjapkan mata, “Bukankah seperti itu perjanjiannya? Aku dan Mama hanya mengunjungimu di Musim Panas. Mengapa perlu saat Hannukah juga?”

“Oh, jadi kau juga menolak undanganku begitu, Chava?”

Chava menggelengkan kepala, tidak ingin membuat kecewa neneknya. “Bukan begitu. Tetapi kau tahu sendiri seperti apa Mama. Aku—aku sama sekali tidak keberatan merayakan Hannukah bersamamu dan Zayde.”

“Kalau begitu, berkemaslah. Kita harus berada di Devon sebelum matahari terbenam.”

Chava tidak mengatakan apa-apa, “Aku akan membuatkanmu teh.”

“Tidak perlu, aku tidak ingin tinggal lebih lama di London. Aku tidak menyukai tempat ini.”

Tanpa sepenglihatan Bubbe, Chava memutar bola matanya dan menuju kamarnya. Ia berpas-pasan dengan Mama yang sudah tahu keberadaan Bubbe. 

“Apakah aku harus berkemas, Mama?” tanya Chava ragu, “Bubbe benar-benar mendesakku tadi. Tapi aku menunggu tanggapanmu terlebih dahulu.”

“Ck, aku akan mengurusnya,” ucap Mama yang segera menemui neneknya.

Tidak lama, suasana di lantai bawah langsung ramai oleh suara perdebatan. Chava hanya tersenyum geli mendengar Mama dan Bubbe bertengkar hebat. Sementara Chava menatap pada pemandangan London di jendela kamarnya. Salju memang belum turun dengan lebat, namun London telah berubah menjadi kelabu di Musim Dingin. Ia bisa melihat hiasan Natal telah terpasang di beberapa rumah. Tidak dengan rumahnya, karena ia tidak merayakan Natal, melainkan Hannukah—di mana ia dan Mama akan menyalakan lilin Menorah selama delapan hari.

Sebenarnya ada rencana yang sedikit berbeda yang ingin ia laksanakan di Liburan Natal kali ini. Sebelum ia kembali ke London, Chava sempat menemui Ezio yang juga hendak merayakan Natal di London. Chava mengajak Ezio untuk makan malam sebagai kencan formal pertama mereka. Ezio hanya mengiyakan tanpa memberikan saran tempat mana yang cocok untuk mereka berkencan, karena ia tidak pernah berkencan dengan wanita mana pun di London. Chava sendiri lebih senang melakukan segalanya secara impulsif, dan sampai detik ini ia belum tahu tempat mana yang tepat untuk mereka bisa berkencan.

Sayangnya, untuk ke sekian kalinya Mama kalah dari perdebatan. Dengan wajah kesal, Mama menyuruh Chava untuk berkemas karena mereka akan berangkat ke Devon. 

“Sampai kapan?” tanya Chava, menghitung waktu kapan ia bisa bertemu dengan Ezio lagi.

“Aku tidak tahu. Berkemaslah. Atau nenekmu akan sangat-sangat marah.”

Chava kemudian mengemas pakaiannya sambil menimbang-nimbang bagaimana cara memberi tahu Ezio waktu yang tepat agar mereka bisa menikmati Libur Natal bersama di London. Ia akan menemukan caranya, tapi untuk sekarang ia berusaha untuk tidak membuat neneknya menunggu.


***

Hannukah, Malam Pertama, 20 Desember 1961

Berbeda dengan Mama, Chava cukup menyukai Devon. Kakek neneknya termasuk salah satu orang terkaya di Devon, mereka memiliki kediaman yang mewah. Kamar tidurnya berukuran tiga kali lebih besar daripada kamarnya sendiri di London. Mereka memiliki sebuah kolam renang yang bisa dinikmati saat Musim Panas, sedangkan hamparan taman di belakang rumah dapat dinikmati sambil menikmati teh di Musim Dingin. Hidangan yang disajikan selama Hannukah selalu enak, dan Chava dilayani dengan baik oleh para pelayan. Walaupun berulang kali Mama selalu mengingatkan Chava untuk tidak terlena oleh semua kemewahan itu. Mereka tidak punya hak memperlakukan para pelayan seolah mereka adalah para pesuruh. 

Chava mengamini pesan Mama. 

Para pelayan, tukang kebun, para koki masak menyukai kehadiran Chava yang selalu membawa suasana menjadi hangat yang meriah. Gadis itu selalu punya cara untuk membuat mereka seperti seorang teman dan memperlakukan mereka dengan baik. Ditambah kecantikannya sering kali mendapat pujian, dan hal itu membuat mereka tidak keberatan melayani Chava seperti seorang tuan putri. Walaupun status Chava bukanlah gadis yang lahir dari sebuah ikatan pernikahan, mereka menerima Chava sebagai cucu tuan dan nyonya mereka. 

Lihat selengkapnya