Malam masih panjang, baik Ezio dan Chava masih belum mengakhiri kedekatan mereka malam itu.
“Amerika, huh?” Ezio kembali mengulang, mencoba membayangkan Amerika seperti yang pernah ia lihat di dalam film-film.
“Mhmm, New York tepatnya,” ucap Chava membayangkan suasana hingar-bingar New York berlatar belakang Patung Liberty, “Ada alasan lain selain menjadi artis mengapa aku teramat sangat ingin ke Amerika. Ayahku berasal dari sana.”
Hal itu membuat Ezio teringat percakapan dan niatnya tadi pagi untuk bertemu dengan Albert Atkins, ia memilih diam untuk mendengar kisah Chava.
“Pertemuan ayahku dengan Mama sangat singkat. Saat itu ayahku sedang bertolak dari Amerika ke Inggris sebelum ia berperang melawan Jerman. Kabar terakhir, pesawat yang mengangkut ayahku sempat terbang ke Perancis, yang diserang oleh tentara Jerman tiba-tiba. Sejak hari itu, Mama terbagi antara harapan dan kekhawatiran bahwa ayahku telah tiada. Mama mengganggap, karena ayahku seorang peri, seharusnya memiliki kekuatan yang jauh lebih besar daripada manusia biasa, kan?” tanya Chava teramat sangat polos.