“Sshh—“ Jamal Khan mengedip pada Chava sambil menuangkan cairan dari botol yang ia bawa sendiri. Saat Chava menghirupnya, ia tahu bahwa Jamal menyajikan alkohol untuk mereka. Chava tersenyum pelan, jika Profesor Wordsworth tahu bahwa seseorang menyelipkan alkohol di pesta ulang tahunnya, ia pasti akan mendetensi semua undangan yang datang di pesta ulang tahunnya. Namun Chava tetap menenggak minumannya seketika, tepat saat Jamal kembali mengajaknya berdansa. Sudah dua jam lebih acara ulang tahunnya berlangsung, ia sudah berdansa dengan beberapa pria dan juga teman-temannya, tetapi sepasang matanya tetap tidak berhenti untuk mencari satu-satunya orang yang ia inginkan ada pada hari spesialnya. Jamal menarik Chava, keduanya kembali berdansa, sampai ia bisa merasakan tangan lelaki itu semakin membuatnya tambah berdekatan.
Aroma alkohol tercium dari napas Jamal, dan lelaki itu berusaha menunduk dan memberikan ciuman pada Chava.
Chava segera melepaskan diri dari Jamal sebelum lelaki itu berhasil menciumnya. Lelaki itu tampak terkejut pada penolakan Chava, sedangkan Chava tidak memberi penjelasan lain selain melarikan diri dari kerumunan pesta ulang tahunnya yang masih meriah. Semua orang masih larut pada Jerry Lee Lewis dan juga Elvis Presley.
Demi Tuhan, Chava merutuk dalam hati, dia benci Elvis Presley.
Ia mencoba mengendap-ngendap sebelum Beth mendapatinya keluar dari kafe, berlari agar tidak ada satu pun orang yang melihat sang bintang pesta kabur dari pestanya sendiri.
Satu-satunya tempat yang ia datangi saat tiba di Tranquility Institute adalah perpustakaan, yang sudah dua kali ia datangi hari ini, tapi masih tetap saja terkunci. Chava berjanji, jika ketiga kalinya ia mendapati tempat itu terkunci, ia akan menyerah. Tidak ada Ezio dalam pesta ulang tahunnya. Tidak ada Ezio yang menyambut dirinya sebagai gadis dewasa berusia delapan belas tahun. Hal itu teramat sangat membuatnya marah dan kecewa.
Namun tidak, ia bisa melihat pintu perpustakaan terbuka sedikit. Harapannya seperti lautan yang menyisiri pantai, ia segera membuka perpustakaan untuk mencari sosok yang dicarinya seharian. Tidak sulit, Ezio telah duduk di kursi sirkulasi tempatnya biasa melayani para murid-murid yang biasa meminjam buku. Kecuali hari Minggu, di saat perpustakaan tutup. Sebotol whiskey dan satu gelas tersaji di atas meja. Kehadiran Chava membuat Ezio berhenti menenggak minumannya, sementara Chava tidak menunggu lama untuk menyerbu Ezio, melangkah melewati meja sirkulasi yang menghalangi mereka, dan memberikan ciuman rindu dalam-dalam pada lelaki yang telah hilang selama dua hari dari dirinya.
Ezio—yang kepalanya masih tenggelam dalam alkohol dan juga ingatan soal Chava yang berdansa dengan pria lain—hanya membalas ciuman Chava seadanya. Ada lubang menganga di dalam dirinya yang tidak bisa dijabarkan, selain melalui sifatnya yang terasa dingin. Chava dapat merasakannya dari ciuman Ezio yang terasa hambar, sehingga ia melepaskan ciumannya, mencari tahu apa yang terjadi. Gadis itu menempatkan dirinya di pangkuan Ezio yang tampak menghindari tatapannya.
“Hey…” Chava membuka ucapan pelan-pelan, “aku mencarimu sejak kemarin. Kau tidak memberitahuku soal kepergianmu.”
Ezio menutup matanya, merasa bodoh pada sikap impulsifnya untuk ke London demi membelikan hadiah untuk gadisnya. “Aku pergi ke London,” dan ia mengambil kotak sepatu yang tersimpan di sisi kursi, menempatkannya di atas meja, “untukmu. Aku ke London untuk membeli ini. Selamat ulang tahun.”
Chava mengerjapkan mata tidak percaya pada kotak sepatu yang ada di atas meja, dan kenyataan bahwa Ezio tahu hari ulang tahunnya. Ia membuka kotak sepatu tersebut dan mendapati sepatu paling cantik yang pernah ia lihat. “Kau ke London hanya untuk membeli ini?”
Ezio mengangguk, “Ya, aku tidak pernah tahu hari ulang tahunmu. Dua hari yang lalu aku baru tahu soal ulang tahunmu setelah Beth Eaton dan Penelope Price merencanakan pesta ulang tahunmu. Kau tidak pernah memberitahuku.”
“Aku—aku,” Chava kehilangan kata-katanya, terbagi oleh rasa bersalah dan kejutan yang berulang kali datang padanya hari ini, “sejak kemarin aku mencarimu. Karena aku memang berencana untuk merayakan ulang tahunku hanya denganmu. Tetapi kau tidak ada di tempat, jadi aku tidak sempat memberitahumu.”
Ezio terkekeh pelan mendengarnya. Tatapannya bergulir, memberanikan diri menatap Chava. Hanya saja, ia masih merasakan kehampaan yang masih menganga di dalam dirinya. “Why me?” Ezio kembali bertanya, “Mengapa aku? Kau bisa bersama yang lain. Bersama Jamal Khan, Alastair Rose, atau bersama mantan kekasihmu. Mereka bisa berdansa denganmu di mana pun kau mau, kau bisa bersama dengan mereka alih-alih bersamaku, tersembunyi di sini.”
Chava tidak serta merta menjawab perkataan Ezio.