Sebelum Pesta Akhir Tahun Tranquility Institute
Chavalah sengaja bangun lebih pagi, berdandan secantik mungkin untuk merayakan Pesta Akhir Tahun ajaran sekaligus Pesta Kelulusan siswa kelas tujuh. Ada kelegaan luar biasa setelah akhirnya ia mengakhiri ujian, sekaligus perasaan sedih saat sadar bahwa statusnya sebagai siswa telah berakhir. Setelah ia mengenakan gaun bewarna hijau tua dan memoles bibirnya dengan lipstick, gadis itu memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar sekolah untuk terakhir kalinya.
Bangunan Tranquility Institute layaknya sekolah lama yang banyak tersebar di Britania Raya. Memiliki langit-langit tinggi, dengan penerangan yang cenderung alami di siang hari, berasal dari cahaya matahari yang bersinar melalui jendela-jendela besar. Catnya bewarna hijau lumut, beberapa sudah mulai mengelupas. Kandelir-kandelir yang tergantung di atas akan bercahaya setiap malam. Di beberapa tempat, langit-langit menampakkan bekas rembesan air yang tidak kunjung menghilang. Selebihnya, tempatnya bersekolah selama tujuh tahun memiliki kesan nyaman dan misterius. Dinding-dinding Tranquility Institute memiliki para pengamat dari berbagai lukisan yang seolah menyimpan rahasia dan sering kali dianggap sebagai mata-mata untuk siswa yang tidak menaati peraturan.
Chava ingat pertama kali ia datang ke sekolah ini. Beberapa teman-temannya sedikit ketakutan pada suasana sekolah yang terkesan muram, sementara Chava hanya mengedarkan pandangannya dengan antusias pada sekolah barunya. Barang kali sisa-sisa kemagisan yang membuatnya terbawa suasana sekolah barunya, atau memang dasarnya Chava memang selalu tertarik pada hal-hal baru termasuk sekolah yang menyimpan misteri itu tersendiri. Pandangan matanya yang antusias semakin menyala saat pertama kali Chava memasuki Aula Utama dengan empat meja panjang tempat para murid bercengkrama setiap hari.
Ia masih ingat seluruh pengajar dan staff Tranquility Institute yang baginya tidak biasa. Mereka bukan jenis manusia modern seperti yang sering ia lihat di jalan-jalan London. Beberapa staff pengajar sepert Profesor Atkins yang memiliki sepasang mata biru elektrik dan atasan bewarna kelabu selutut dengan pola antik adalah salah satunya. Chava masih ingat, Profesor Atkins sebagai sang kepala sekolah adalah orang pertama yang menarik perhatiannya. Benar saja, sang kepala sekolah adalah peri yang telah meninggalkan kehidupan perinya dan menjalani hidup sebagai manusia seutuhnya.
Setelah itu, ia mengedarkan pandangannya, pada sosok pria dengan setelan khas pria Inggris, mengenakan jas dan topi fedora, menggunakan tongkat untuk membatunya berjalan. Pria itu berambut tebal bergelombang dan garis wajahnya sangat khas seperti kebanyakan pria Italia. Jalannya terlihat pincang saat menuju meja para staff.
“Kenapa kakinya?” Dulu dengan lancangnya, Chava berbisik pada Beth—yang kemudian menjadi sahabatnya. Beth, yang sudah diajarkan tata krama menatap tidak percaya pada Chava.