Suara choo-choo yang panjang menjadi pertanda bahwa perjalanan akan berakhir. London semakin terlihat dalam muka Stasiun King’s Cross yang ramai. Chava, Beth, dan Penelope—yang bergosip sepanjang perjalanan dan juga menghibur Chava (yang berulang kali bilang bahwa ia tidak perlu dihibur karena ia justru senang putus dari Jamal)—menghela napas sedih. Sudah menjadi tradisi selama tujuh tahun mereka akan naik kereta api menuju Tranquility Institute, dan tradisi tersebut berakhir sampai sini.
“Aku akan merindukan kalian, tentu saja,” Beth tampak berkaca-kaca. Beth berencana akan pergi ke Belgia, menyusul Gary kekasihnya yang telah menempuh studi lanjutnya di Brussels.
Chava memeluk sahabatnya itu, “Kau wajib menjadikanku maid of honour saat kau menikahi Gary nanti!”
“Iya, dan aku akan jadi salah satu bridesmaid-mu,” lanjut Penelope ikut memeluk Beth.
Jendela kompartemen diketuk, Penelope menemukan orangtuanya sudah ada di luar kereta api untuk menjemputnya. “Aku duluan, jangan lupa bertukar kabar, Chava, Beth… aku sayang kalian!” Penelope menggeret kopernya untuk menemui orangtuanya di luar, menyisakan Chava dan Beth yang masih belum mau keluar dari kompartemen.
“Jadi, apakah kau sudah siap menceritakan semuanya?” Beth bertanya, membuat Chava sedikit kebingungan. “Kita sudah lulus, sementara masih ada satu rahasia tentang sahabatku yang masih belum kuketahui.”
Chava menatap Beth lekat, ia menghela napas panjang. Tidak adil menjaga sebuah rahasia pada sahabatnya sendiri. Masa sekolahnya telah usai, sudah saatnya ia menceritakan pada Beth tentang satu rahasia yang ia simpan nyaris setahun terakhir.
“Aku—aku jatuh cinta pada Ezio Russo,” Chava menyebutkan rahasia tersebut seperti napas yang terhela.
“Ezio Russo?” mata Beth membesar tidak percaya, “Pustakawan Ezio Russo maksudmu?”
“Siapa lagi…”
“Oh Tuhan, ini benar-benar skandal yang mengejutkan!” canda Beth yang disambut Chava oleh tawa sekilas, karena wajahnya kembali murung.
“Itu alasanku mengapa tidak pernah memberi tahumu. Profesor Wordsworth memergoki kami berciuman,” Beth terpekik mendengar rahasia tersebut, “dan dia mengancam akan mengeluarkan Ezio jika aku masih terus bertemu dengannya. Maka dari itu hubungan kami berakhir.”
Beth masih ingat malam-malam saat Chava menangis sebelum tidur. “Pantas saja…” Beth melanjutkan, “pantas saja setiap kali aku menggosipkanmu dengan Penny, Mr. Russo sering kali datang dari balik rak dan menegur kami.”
Chava baru tahu kenyataan itu, “Benarkah?”
“Mhmm, kalau mendengar pengakuanmu, rasanya kehadirannya yang sering tiba-tiba jadi masuk akal. Sepertinya dia memang mencoba mencuri dengar kabar tentangmu. Terutama saat aku bertukar cerita tentang hubunganmu dengan Jamal.”
Chava menghela napas, “Well, tapi kurasa dia pun sudah menjalin hubungan dengan Madam Proust. Aku melihat mereka berduaan di kompartemen lain tadi…”
Beth menatap Chava yang terlihat semakin murung. Di saat yang sama, ia melihat keluar jendela kompartemen, dan Madam Proust berjalan seorang diri menggeret koper dan juga tas jinjing.
“Madam Proust yang itu?” Beth menunjuk keluar jendela, pada Madam Proust yang berjalan seorang diri tanpa ditemani Ezio Russo. “Kau yakin dia menjalin hubungan dengan Ezio Russo? Aku tidak melihat Mr. Russo bersama dengannya.”
Chava melihat sosok Madam Proust yang semakin mengecil dan juga menghilang dari kerumunan. Benar kata Beth, Madam Proust seorang diri. Ezio Russo tidak ada bersamanya.