A Rainbow Missing One Color

Melia
Chapter #2

Perkenalan

Gadis itu merogoh kunci dari balik tas, jalanan yang becek sedikit mengacaukan pandangan. Buram namun tetap dipaksakan fokus. Trotoar bergaris hitam-putih berlarian melawan langkah maju dari sang gadis. Poninya merunduk, menutup hampir sebagian kelopak. Ketika ia menengadah, pancaran mentari dirasa semakin bersinar layaknya api yang berkobar. Kalau boleh jujur, sang gadis tidak menyukai alam satu itu. Matahari yang menjadi bintang di pusat tata surya mengingatkan pikirannya pada kematian. Satu warna, satu perasaan panas dan satu-satunya alasan mengapa dia membenci warna oranye. Kendati begitu, denyut kehidupan tetap berjalan seperti roda sepeda yang hendak menabraknya dari belakang jika ia telat satu sentimeter membiarkan kakinya menapaki tulisan ‘lajur sepeda’. Napasnya naik turun melihat aktivitas Sunday Morning Ride bergerombol menggunakan sepeda gunung hampir mengenai lengannya.

Gadis itu memicing, sekumpulan insan yang hendak menyeberang masih berada lima meter darinya. Flatshoes membawanya berlari kencang menembus angin dari timur hingga membalap pesepeda terakhir. Ia menjadi orang terakhir yang mengejar keterlambatan antrean pejalan kaki. Mata sang gadis melihat warna kuning kecokelatan menyala di urutan paling atas. Masih ada kesempatan mengikuti rombongan, batinnya. Hingga dua langkah ia menyeberang zebra cross, secara mengejutkan, tangannya ditarik paksa oleh seseorang.

“Kamu buta?”

“Kamu nggak lihat lampu lalu lintas berubah warna?”

“Kamu nggak sadar warnanya bukan merah lagi?”

Lihat selengkapnya