.
.
.
"Bagaimana Arjuna, nak?" sang ayah bertanya suatu sore.
"Dia itu hanya anak manja. Menurutku." Jawab Tiara setelah mendudukan tubuhnya di kursi di hadapan meja ayahnya.
"Aku menyerahkan dia padamu. Agar sedikit mengubah sifat sombong dan keras kepalanya. Aku khawatir jika suatu saat publik bisa mengetahui kelakuan yang sebenarnya." Lanjut pria paruh baya itu.
"Aku mengerti kenapa manajer Lulu memilih mundur dari pekerjaanya. Kalau yang dihadapi adalah orang seperti Arjuna, siapapun yang menjadi manajernya kurasa akan menyerah dan kabur. Aku tak mengerti kenapa papa menerbitkan artis seperti dia. Seharusnya ia mendapatkan attitude class ekstra. Biar dia tahu bagaimana bersikap yang benar. Sungguh dia bisa menggunakan topeng dengan baik untuk menutupi dia yang sebenarnya." Jelas Tiara panjang lebar.
"Talentanya sangat hebat dan tidak mungkin untuk menunda debutnya. Untuk sifatnya yang seperti itu, itu semakin parah semenjak popularitasnya naik. Itu tujuan sebenarnya papa memanggilmu. Papa rasa kau bisa sedikit demi sedikit mengubahnya"
"Mengubah sifat seseorang tidak semudah membalikkan telapak tangan, papa~" rajuk Tiara.
"Aku tahu, anakku. Maka dari itu papa mengutusmu. Papa tahu kalau kau bisa merubahnya."
"Ish.." Tiara mendengus kesal. Ia sempat merutuki ayahnya yang seenaknya seperti ini. Baru beberapa hari menjadi manajer Arjuna ia merasa kesal. Pantas saja Manajer Lulu tidak mau melanjutkan pekerjaan ini.
"Lagi pula papa perhatikan kau cukup bisa menghadapi Arjuna." Ucap sang papa.
'Papa tidak tahu bagaimana aku mati-matian menahan kesal padanya. Haah.. ujian untukku sebagai calon psikolog. Oke, Tiara yang cantik, kau tak boleh menyerah. Kau hanya harus mengurus anak anjing yang manja dan egois bertopeng serigala buas itu. Semangat Tiara!!' gumamnya dalam hati.
"Baiklah papa. Sepertinya cukup sesi curhatnya. Aku akan kembali ke tempatnya. Besok aku akan datang untuk melapor lagi." Pamit Tiara sebelum pergi.
.
.
.
.
.
Beberapa hari berlalu setelah itu, tiap hari Tiara berusaha menertibkan artis asuhannya. Walaupun lelaki itu protes, namun Tiara tetap bersikeras sampai Arjuna tidak dapat melawan.
Larut malam Arjuna baru saja sampai di apartemen. Setelah pulang dari show tadi dia memisahkan diri dari Tiara. Ya. Kabur lebih tepatnya. Ia berjalan sempoyongan ke dalam apartemennya.
"Dari mana saja kau Arjuna! Kenapa sampai pulang selarut ini?!" Pekik Tiara mendapati Arjuna yang hendak masuk ke kamarnya.
"Ha.. hik! kau sijelek yang sombong.. hik! apa yang kau .. hik! lakukan.. hik! di apartemenku hik!" Ucap Arjuna sambil cegukan.
"Ya Tuhan! Arjuna kau mabuk?!" Pekik Tiara sambil mendekati Arjuna.
Tiara hendak meraih tangan Arjuna tapi terlambat. Lelaki itu menghempaskan Tiara ke sofa ruang tamu dan menindih wanita itu.
"Arjuna!!.. ap.. apa yang kau lakukan?!" Tiara tergagap karena kaget mendapat perlakuan tiba-tiba seperti ini.
"Kau.. hik! kapan kau akan menyerah.. hik! kau terlalu banyak mengatur hidupku.. Hik! kau wanita menyebalkan! Hik! seenaknya datang kemari Hik! berlagak seperti.. Hik! seperti kau mengerti aku! Hik! Kau tak tahu apa-apa, Tiara, Hik!"
"Arjuna lepaskan aku! Kau bau alkohol!" Tiara mendorong Arjuna kuat-kuat. Tapi nihil. Arjuna kuat sekali.
"Cih.. berhenti mengatur hidupku.. hik! atau kau.. hik! akan menyesal!" Arjuna memajukan wajahnya.
"Arjuna! Berhenti! Kau gila!!" Tiara mendorong bahu Arjuna keras. Sebenarnya ia merasa takut dengan apa yang akan dilakukan lelaki itu. Arjuna tampak tidak terkendali. Mati-matian Tiara menahan air matanya karena takut.
"Aku gila semenjak kau masuk dan seenaknya mengaturku!" Arjuna makin memajukan wajahnya sehingga jarak mereka hanya beberapa senti.
"Arj--mmph!!" dengan kurang ajar Arjuna membungkam Tiara dan melumatnya kasar. Menghentikan umpatannya. Wanita itu masih saja mendorong dan memukul dada Arjuna berharap dia bisa lepas dari lelaki ini. Air mata yang tadi ditahan kini sudah mengalir di pipinya. Entah mendapat kekuatan darimana Tiara menggerakan kakinya dan menendang perut Arjuna, membuat lelaki itu melepaskan cengkramannya.
Dengan segera Tiara berlari keluar ruangan itu dan membanting pintu dengan keras.
Hening..
Arjuna terdiam, dia duduk mematung di sofa. Ia memegang kepalanya yang terasa pening.
"Apa yang barusan kulakukan?" gumamnya pelan.
"Bodoh."
.
.
.
.
.
"Hosh.. hosh.. hosh..." Tiara masih terdiam di depan pintu apartemen Arjuna. Ia masih mengatur nafasnya. Ia masih terisak. Ia menyentuh pelan bibirnya.
'ci..ciuman pertamaku.. kenapa ciuman pertamaku sekasar itu' Tiara masih terisak. Ia berjalan meninggalkan apartemen itu. Sepertiya laporan kepada ayahnya setelah ini sedikit panjang.
.
.
.
.
Arjuna membuka matanya. Ia meraih jam weker yang disimpan di meja nakas. Jam menunjukkan pukul 06.00 AM. Pagi. Dan Arjuna bangun tanpa bunyi alarm, tanpa keributan dan tanpa paksaan dari siapapun. Sungguh suatu keajaiban.
Ia segera bangun dan membersihkan diri. Ia harus menyiapkan pakaiannya sendiri. Ia tak tahu jadwalnya hari ini, karena seharian Tiara tak datang atau menghubunginya. Ia pergi ke dapur. Tak mendapati apapun disana. Hanya meja kosong. Ia membuka kulkas mencoba mencari makanan. Dan hanya menemukan sebungkus ramen instan.
Arjuna terdiam. Dia merasa sendirian dan kesepian. Menyiapkan segalanya sendirian. Ia belum pernah seperti ini sebelumnya. Ia selalu meminta sesuatu yang ingin ia dapatkan dan tak perlu repot menyiapkannya karena pasti itu sudah tersedia.
Ia terpaksa memasak ramen instan itu sendiri. Meskipun ia tak tahu bagaimana cara memasaknya. Hanya menggunakan insting.
Tiba-tiba ia mengingat manajernya dahulu, manajer Lulu. Ia masih tak tahu kenapa alasan manajernya itu mengundurkan diri. Ia ingat bagaimana ia dengan egoisnya meminta sesuatu yang ia inginkan. Dan marah ketika keinginannya tidak sesuai. Ia menunduk. Sepertinya ia mengerti kenapa manajer yang menjaganya semenjak sebelum debut itu ingin berhenti menjadi manajernya. Apa dia terlalu egois dan keras kepala?
Lalu ingatannya beralih pada Tiara. Wanita yang tiba-tiba saja datang dan masuk kedalam kehidupannya. Dengan segala ketegasannya ia mengatur Arjuna. Lelaki itu tentu saja tidak suka diperlakukan seperti itu. Dengan segala aturan-aturan yang ditetapkan Tiara padanya.
Tapi Arjuna berangsur-angsur dapat terbiasa dan mengikutinya. Untuk menerima semua yang ada dan tidak meminta sesuatu yang tidak ada. Juga tidak memaksakan keegoisan diri sendiri. Sebenarnya Arjuna sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Tiara. Meskipun peraturannya yang tegas membuatnya kesal.
Tapi semuanya menjadi hancur gara-gara kelakuannya tempo hari. Ketika ia mabuk. Dan hampir saja melakukan sesuatu yang salah pada Tiara. Arjuna tahu sekarang dimana kesalahannya.
'Haah... bodoh sekali. Kenapa aku malah jadi merindukan Tiara seperti ini.'
"Akh! Panas!" pekiknya keras ketika tak sengaja menyentuh panci yang panas. Ia segera mendinginkan tangannya di kran air.
'Ternyata sendirian itu sesulit ini'
.
.
.
.
.
Arjuna berjalan di lobi gedung manajemennya. Ia tersenyum kepada orang-orang yang ia temui. Benerapa orang terbelalak kaget mendapati Arjuna yang biasanya tak pernah tersenyum ramah seperti ini.
"Halo, apa pak Bos ada?" tanya Arjuna ramah tak lupa dengan senyum dan lesung pipit kepada seorang recepsionist.
"Selamat pagi, Tuan Arjuna. Pak bos baru saja tiba. Dia ada di ruangannya." Jawab sang resepsionis ramah.