A Star Between Us

Pojin Marble
Chapter #6

Bab 6

  Bukannya aku tidak menyukai Sydney, tapi masalahnya dia itu populer. Contohnya saat ini. Lihat segerombolan orang aneh yang mengejarku itu. Mereka mengejarku seperti maniak. Aku penasaran apa yang Luna lakukan kali ini. Kenapa mereka menjadi salah paham seperti itu? Mereka tampak buas. Ini gawat jika tidak segera diluruskan. Jadi apa yang harus aku lakukan? Terus berlari sambil menunggu bel berbunyi atau mencari Sydney?

  Aku benci situasi seperti ini. Situasi menegangkan seperti ini membuatku sulit untuk berpikir. Awas saja kau Luna. Sudah lima menit lebih aku berlarian, ini benar-benar melelahkan. Untuk orang sepertiku yang jarang olahraga tentu saja melelahkan. Aku sudah sampai di depan kelasku, aku melihat Luna sedang duduk di kursi dekat pintu.

  “Yo.” Luna menyapaku, setelah dia melihatku menghampirinya.

  “Luna, sebenarnya apa yang sudah kau perbuat hah?” Aku masih tersengal-sengal. “Aku saat ini sedang dikejar-kejar segerombolan maniak Sydney. Kau tahu itu?”

  “Mana ku tahu.” Luna menyangkalnya. Hei jenius, kau pikir aku akan percaya dengan perkataanmu?

  “Yang benar saja. Apa kau bisa membantuku?” Untuk saat ini aku kesampingkan kejahilan Luna yang membuatku dikejar-kejar oleh sekelompok orang aneh penggemar Sydney.

  “Tentu, apa yang bisa kubantu?” Dia berlagak polos, aku kesal saat ekspresi seperti itu mulai muncul.

  “Katakan pada orang-orang yang mencariku nanti, kalau aku sedang berlari ke kantor oke?”

  “Baiklah.”

  “Terima kasih.” Aku langsung berlari ke dalam kelas berharap Luna membantuku dan segerombolan orang aneh yang mengejarku tadi tidak menemukanku.

  Tiba saatnya dimana segerombolan orang aneh yang mengejarku tadi bertemu Luna di depan kelas.

  “Oh Luna, apa kau lihat ke mana Dante lari?”

  “Ah Dante, dia ada di dalam kelas. Masuk saja." Apa-apaan dia itu. Dia bilang mau membantuku.

  Saat ini aku sudah terpojok, apa yang harus kulakukan? Sangat menakutkan melihat mereka masuk secara beriringan. Ayo cepat bunyikan bel nya. Karena hanya bel sekolah yang bisa menyelamatkanku.

  “Dante, keluar kau.” Teriak seseorang dari gerombolan orang aneh itu. Dan tanpa diduga ada suara serak yang mengiringi teriakan tadi.

  “Ada apa ramai-ramai?” Aku mendengar secercah harapan, ya secercah harapan. Beruntung guru yang mengisi jam pelajaran di kelasku datang lebih awal.

 “Ah tidak ada apa-apa pak, kami—kami permisi ddulu kalau begitu.” Segerombolan penggemar Sydney itu tertunduk takut pada guru yang memergoki mereka. Mereka kocar-kacir. Akhirnya aku bisa lolos dari para maniak aneh itu.

  Jam istirahat akhirnya datang. Aku harus menggunakan waktu istirahat ini sebaik mungkin. Ini bukan waktunya untuk bersantai-santai. Aku harus cepat-cepat mencari Sydney dan meluruskan semuanya. Aku tidak bercanda tentang para maniak penggemar Sydney yang mengejarku tadi. Aku tidak mau dipukuli segerombolan pria berbadan atletis. Ya, beberapa dari mereka memang atletis karena mereka anggota dari ekstrakulikuler pembentukan tubuh.

  Awalnya aku mencari Sydney di kelasnya, aku kira dia masih berada di kelasnya tapi ternyata tidak. Karena dia tidak ada di kelasnya, jadi aku pergi ke kantin untuk mencarinya. Bukannya bertemu dengan Sydney aku malah bertemu dengan Bobby yang sedang asyik menyantap semangkuk penuh mie ayam.

  “Bobby.” Aku menepuk pundaknya.

  “Dante. Ada apa?”

  “Bobby, kau bisa membantuku?”

  “Bantu? Bantu apa?”

Lihat selengkapnya