A Star Between Us

Pojin Marble
Chapter #7

Bab 7

  “Hai semuanya.” Sydney menyapa mereka semua dengan ceria.

  “Hai juga Sydney.” Mereka menjawab bersamaan.

  “Apa kabar kalian? Kalian baik-baik saja?” Kenapa dia basa-basi segala.

  “Kami baik-baik saja, bagaimana denganmu sendiri Sydney.” Mereka menjawab bersamaan lagi.

  “Aku baik-baik saja. Aku dengar kalian memiliki masalah dengan pria ini? Benarkah?” Dia mengarahkan telunjuknya kepadaku.

  “Hanya sedikit, apa dia mengganggumu lagi?” Tanya seseorang dari sekelompok orang aneh yang mengejarku tadi pagi.

  “Tidak—tidak, tapi aku rasa disini ada kesalahpahaman.”

  “Kesalahpahaman?”

  “Iya, surat ini ternyata bukan untukku. Sepertinya kalian salah paham dengan surat ini.” Dia mengeluarkan surat itu dari sakunya.

  “Benarkah itu?” Salah seorang dari kelompok orang aneh itu bertanya dengan lembut pada Sydney.

  “Mm.” Dia mengangguk. “Lihat, lagipula tidak ada nama yang dituju kan?”

  “Oy, Apa benar yang dikatakan Sydney yang cantik ini hah?” Kenapa mereka bertanya padaku dengan nada yang kesal.

  “Tentu saja. Kalian ini salah paham. Surat ini kutujukan untuk temanku Luna. Kalian mengenalnya kan?” Kenapa bibirku spontan menyebut nama Luna?

  “Aku mengenal Luna. Baiklah aku percaya padamu. Tapi awas kalau kau berani menggoda Sydney lagi. Lain kali kau tidak akan lolos. Ayo kawan-kawan.” Mereka berjalan menjauh dan akhirnya aku bisa tenang. Aku tidak lagi harus memikirkan sekelompok orang-orang aneh itu. Melihat mereka pergi menjauh membuatku lega. Selesai juga.

  “Sangat disayangkan, tapi aku tetap curiga kalau kau sebenarnya menyukaiku.” Dia mendelik ke arahku. “Sebenarnya aku mau menceritakan surat ini pada temanku tadi tapi.. yasudah lah. Kalau begitu sampai jumpa lagi Dante.”

  “Ya, sampai jumpa tapi tidak lagi.” gumamku. Sudah cukup aku berurusan dengan perempuan yang populer. Tidak lagi...tidak lagi.


  Terkadang saat aku merasa sangat lelah aku akan tidur selama seharian penuh setelah pulang sekolah, tidak bisa dibilang seharian penuh juga sih. Yah, tapi tetap saja hari ini aku merasa sangat lelah. Mungkin besok aku harus masuk ekstrakulikuler pembentukan tubuh agar tubuhku bugar lagi. Kasur yang empuk dan kondisi tubuhku yang lelah membuatku merasa sedang melayang di udara. Sangat nyaman. Saking nyamannya aku sampai lupa melepas seragamku dan terlelap hingga malam. Tapi aku tidak melewatkan makan malamku, karena ibuku membangunkanku saat makan malam tiba.

  Aku jadi kepikiran Luna, yang hanya tinggal dengan kakek dan neneknya saja. Apa dia baik-baik saja? Lain kali aku harus mengundangnya makan malam di rumahku, harus. Sejak masuk SMA aku tidak tahu kenapa Luna selalu menolak undangan ibuku untuk makan malam di rumahku. Aku tidak terlalu mempermasalahkannya, mungkin dia memang ada urusan.

  Hanya tiduran selama beberapa menit dikasur sambil menatap ponsel ternyata bisa membuatku tertidur. Mungkin juga karena aku lelah. Sadar kalau aku bangun tanpa dibantu oleh jam weker, aku sedikit panik. Ini akan menjadi keterlambatan aku yang pertama. “Apa yang aku lakukan.” Hari itu menjadi hari yang paling singkat bagiku dalam melakukan berbagai hal seperti mandi, sarapan dan ganti baju. Aku sempat mengecek ponselku sebelum berangkat ke sekolah. Berkutat cukup lama dengan ponsel semalam pada kenyataannya menghasilkan sebuah pesan, sebuah pertanyaan. “Luna, kau baik-baik saja?” Itu isi pesan yang sempat kutulis tapi belum sempat kukirim. Bagaimana jika pesan ini semalam aku kirim pada Luna? Hari ini pasti akan terasa sangat canggung saat aku bertemu dengan Luna. Belum lagi kalau dia malah menjadikan pesan itu sebagai bahan untuk meledekku. Itu akan sangat merepotkan.

  Aku memang terlambat bangun dari jadwal yang biasanya, bukan berarti aku juga harus terlambat masuk kelas. Di samping tempat dudukku aku melihat Luna sudah duduk terlebih dahulu disana. Dia tampak tenang. Apa terjadi sesuatu padanya? Sebuah kejutan budaya melihat Luna duduk diam tanpa kejahilannya.

Lihat selengkapnya