“Kau tahu apa yang menghantam kepalaku?” Aku bertanya pada Teddy.
“Entahlah aku tidak tahu. Aku juga tertidur sama sepertimu, kepalaku juga sakit sekali rasanya.” Teddy memegang kepalanya.
“Bobby, bagaimana denganmu? Kau tahu apa yang terjadi pada kami.”
“Aku juga tidak tahu, kepalaku juga sakit sama seperti kalian.” Bobby juga ikut memegang kepalanya.
Ini aneh kenapa kami bertiga sama-sama merasa seperti ada yang menghantam kepala kami. Apakah tadi kami melewati jalanan yang rusak?
“Kalian baik-baik saja?” Tina menghampiri kami bertiga setelah menemani Luna ke meja resepsionis.
“Semoga saja.” Seru Teddy.
“Yah, semoga saja kami baik-baik saja.” Aku masih mengusap-usap kepalaku. Rasa sakitnya masih jelas sekali terasa. Sejenak setelah aku bangun dari tidurku tadi, kepalaku seperti bergetar. “Kau tahu berapa lama aku tertidur Tina?”
“Kalian bertiga tertidur selama satu jam setengah.” Sementara Luna mengurus kamar untuk kami menginap Tina menjelaskan padaku berapa lama aku dan yang lainnya tertidur.
“Benarkah? Apa kau juga tahu apa yang membentur kepala kami?” Teddy bertanya.
“E....”
“Ayo kita masuk.” Luna tiba-tiba saja menghampiri kami.
“Tina, bagaimana?” Aku ikut bertanya.
“Mm.” Tina tidak menjelaskan apa yang sebenarnya membentur kepala kami. Apakah atap mobil atau bukan dia tidak menjelaskannya. Dia hanya memberi isyarat. Dia mengarahkan telunjuknya ke arah Luna saat berjalan di belakangnya.
“Baiklah tidak apa-apa. Kami bisa menahannya.” Teddy berkata seolah baik-baik saja.
“Benar, aku rasa aku sudah sembuh.” Bobby bergaya dengan memasukkan tangannya ke saku celana.
Mendengar perkataan dan melihat reaksi dari Bobby dan Teddy membuat Tina terkekeh. Dia sepertinya senang melihat kami ketakutan. Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Luna yang melakukannya. Memangnya aku bisa apa? Yang ada dia malah memarahiku atau menasehatiku.
Sangat menyebalkan saat kau mendapat nasehat dari seseorang yang dia sendiri bahkan membutuhkan nasehat juga.
“Aku seperti melupakan sesuatu.” Aku bergumam.
“Ini dia kamarnya. Ini kamarku dan Tina.” Kata Luna saat berdiri di depan pintu salah satu kamar.
“Lalu di mana kamar kami?” Bobby bertanya.
“Nah, kalian bisa cari sendiri.” Luna menyerahkan salah satu kunci yang dipegangnya. “Oh iya, Dante. Di mana tasnya?”
“Heish, kenapa angkanya banyak sekali.” Kata Teddy.
“Ah iya, itu dia. Aku lupa tasnya.” Jawabku.
“Apa? Cepat cari, di mana kau tadi meninggalkannya?” Tanya Luna panik.
“Aku tadi meninggalkannya di lobby.”
“Kalau begitu cepat ambil, cepat sana.”