“Itu akan lebih gawat jika dia kemari.” Sahut Bobby.
“Jangan panggil dia, aku akan menyusul kalian. Kalian tunggu aku, aku ganti baju dulu.” Aku memakai kembali pakaianku. Sangat disayangkan, padahal aku masih mau berendam.
Yah, tidak masalah. Lagian juga jari-jariku sudah mulai mengerut. Sangat menakutkan kalau sampai Luna masuk kemari.
Besoknya kami berkumpul pagi-pagi sekali. Jam enam pagi Luna sudah menggedor-gedor pintu kamar kami sangat keras. Darimana dia tahu kamar kami? yang pertama bangun adalah Teddy, setelah itu aku lalu Bobby.
Kami berkumpul di lobi hotel. Karena Luna memberitahu kami kalau kita akan ke restoran untuk sarapan, kami pun mandi dan bersiap-siap. Aku menduga kalau kita akan langsung ke tempat wisata selanjutnya setelah sarapan, jadi aku membawa dompet, ponsel dan memakai jaketku.
Kami pergi ke restoran di dekat hotel, aku mengatakan di dekat hotel tapi kenyataannya kami harus menggunakan mobil. Karena restoran itu yang terdekat dengan hotel tempat kami menginap. Luna bilang makanan dari layanan hotel tidak membuatnya puas, jadi dia mau mencoba makanan yang ada di restoran. Kali ini sepetinya dompetku akan aman.
Kembali sewaktu aku dan Luna sedang bermain ke sebuah tempat hiburan di dekat sekolah kami. Itu terjadi saat kita masih SMP. Karena aku tidak terlalu suka berpergian atau berjalan-jalan, jadi aku selalu menyimpan sisa uang sakuku setelah pulang sekolah. Aku tidak memiliki celengan saat itu. Aku merasa menyimpan uang di celengan sangat merepotkan, terlebih jika ada pengeluaran dadakan dan aku harus mengambil uang yang sudah kusimpan di celengan. Jadi aku lebih memilih menyimpan semua uang-uangku di dompet. Kebetulan aku punya dua dompet, dompet pertama hanya berisi beberapa lembar uang dan selalu kubawa saat sekolah, untuk berjaga-jaga jika ada pengeluaran tambahan di sekolah.
Dompet kedua, dompet keduaku tidak pernah kubawa keluar rumah. Selalu kutaruh di kamarku. Tidak ada yang tahu dimana aku menyimpannya, untungnya. Dompet keduaku berisi semua uang yang kutabung. Untuk berjaga-jaga aku mengambil seratus ribu dari dompet keduaku setiap hendak pergi ke sekolah. Jadi di dompet pertamaku aku menyimpan uang seratus ribu dan juga uang pemberian dari ibuku. Apa aku terlihat licik?
Kebiasaan Luna adalah menjahiliku. Dan aku tak mungkin menghindar darinya. Aku tidak tahu bagaimana Luna bisa selalu berhasil menjahiliku. Aku ini memang pemalas, tapi gara-gara Luna aku berubah menjadi seorang pemikir. Seorang pemikir yang berusaha menghindari kejahilan perempuan bernama Luna. Dia sangat pintar sekali berakting. Jika dia menjadi aktris, aku yakin semua filmnya pasti akan sukses. Saat pulang sekolah Luna bilang dia mau mentraktirku, tentu saja aku mau. Siapa yang tidak mau ditraktir. “kau mau mentraktirku?”
“Ayo ikut aku, kutraktir di tempat favoritku.” Kata Luna dengan riang gembira.
“Kau sudah biasa makan di tempat seperti ini?” Kami sampai di sebuah tempat makan. Tempat makan itu tidak terlalu mewah, dari penampilannya.
Aku tidak terlalu kaget saat berada di depan tempat makan itu. Berbeda saat masuk ke dalamnya, harganya mungkin bersahabat untuk pelajar dan mahasiswa. Tapi bagiku harga yang tertera di tempat makan itu cukup mahal. Ini sama saja kita makan di restoran. Satu porsi nasi goreng dihargai sepuluh ribu. Di kantin sekolah aku bisa mendapatkan yang lebih murah dan juga mengenyangkan.
“Luna, ini pemborosan. Di kantin sekolah bahkan harganya lebih murah dari ini.”
“Rumah makan ini sudah terkenal murah dikalangan pelajar, termasuk di sekolah kita. Kita coba saja dulu. Ayo.” Luna menarik tanganku masuk ke dalam rumah makan itu.
Aku tidak peduli kalau Luna mentraktirku atau tidak. Tapi makanan yang dipesannya terlalu berlebihan. Memangnya dia mau mengikuti kompetisi sumo sampai-sampai mau menaikkan berat badannya. Satu meja penuh dengan makanan pesanan Luna. Karena aku hanya memesan nasi goreng, kebetulan aku penasaran apa bedanya dengan nasi goreng di kantin sekolah. Aku langsung mengambil piringnya saat pelayannya tiba. Jika tidak langsung kuambil pelayan itu akan bingung menatanya. Karena di meja sudah penuh dengan makanan milik Luna.
“Kau yakin bisa memakan semuanya?” Aku bertanya pada Luna yang tengah asik melahap makanannya.
“Kenapa? kau mau?” Luna menghentikan mulutnya yang sedang mengunyah sebentar.
“Tidak. Aku hanya mau memperingatkanmu. Aku tidak mau menggendongmu nanti.”