A Star Between Us

Pojin Marble
Chapter #15

Bab 15

 “Ide Tina ada bagusnya. Kita bisa mencari selagi berkunjung ke tempat-tempat wisata lainnya.” Kata Bobby.

  “Sudahlah, ayo kita berwisata dulu. Kita berjalan-jalan dulu.” Teddy cengengesan. Dia sepertinya senang sekali memancing Luna emosi.

  “Bagaimana?” Aku bertanya pada Luna.

  “Hmm...oke, ayo kita berkunjung ke tempat wisata selanjutnya. Ayo kita jalan-jalan.” Luna mendadak berubah menjadi riang.

  Kami pergi ke Situ Patenggang, kami menyewa seorang sopir. Aku yang mengusulkan itu. Aku tidak mau merubah perjalanan liburan menjadi sebuah tragedi yang mengenaskan. Kami juga memeriksa sopir yang kami sewa, kami memeriksa apakah dia pernah terlibat kecelakaan atau kasus apapun.

  Hanya untuk memastikan sopir yang kami sewa tidaklah membahayakan kami. Dan yang terpenting sopir yang kami sewa itu mengetahui tentang Situ Patenggang, tempat wisata yang akan kami kunjungi. Bobby dan Tina mengusulkan untuk menjadikan sopir yang kami sewa sebagai tour guide kami hari ini.

  “Gimana pak? Bapak mau kan jadi tour guide kita hari ini? Kita soalnya sama sekali tidak tahu apapun tentang tempat wisata di Ciwidey ini.” Tina memohon.

  “Hmm...boleh-boleh.” Jawab pak sopir itu.

 “Yess.” Gumam Luna. Kebetulan Luna duduk di kursi depan di samping sopir. Dan aku duduk di belakangnya, aku duduk di dekat pintu.

  “Luna, kau mengatakan sesuatu?”

  “Tidak. Apa aku mengatakan sesuatu?” sahut Luna. Sepertinya Luna baru saja merasa lega karena tidak harus menjelaskan sejarah-sejarah tempat wisata yang akan kami datangi.

  Pukul sepuluh kami tiba di Situ Patenggang. Tidak terlalu panas, cuaca yang bagus untuk berjalan-jalan. Sementara menunggu pak Asep memarkirkan mobil kami berkumpul di sebuah toko...oleh-oleh. Kenapa juga kita berkumpul di sini?

  “Untuk apa kita kemari. Kita baru saja datang.” Seru Teddy.

  “Benar, kau mau membeli oleh-oleh lebih dulu.” Kata Bobby.

“Sudah kalian diam saja.”

“Kalian baru saja tiba, kalian mau langsung membeli oleh-oleh?” Pak Asep bergabung dengan kami setelah memarkirkan mobil.

“Tentu saja tidak, kami hanya mengikuti wanita ini.” Teddy menunjuk Luna.

  Luna menendang Teddy. “Akh.”

“Apa kalian mau berkeliling? Saya bisa menunjukkan beberapa tempat yang bagus untuk berfoto. Dan juga jika ada yang mau tahu tentang Situ Patenggang ini, saya bisa bantu menjelaskannya. Kebetulan saya tahu sedikit sejarah Situ Patenggang ini. Bagaimana?” Pak Asep menawarkan.

  “Ide bagus pak, ayo.” Seru Luna.

Dipandu pak Asep yang sekaligus sopir sewaan kami, kami mulai mengunjungi tempat yang dimaksudkan pak Asep tadi. Sesaat sebelum pak Asep memulai ceritanya, Luna menarikku. Dia menyeretku ke sebuah rumah makan. Dia mau sarapan lagi?

  “Kau lapar? Kenapa kita kemari?”

  “Ssst, diamlah. Aku malas mendengarkan orang bercerita, apalagi tentang sejarah. Kau tahu aku bukan?” Kata Luna, sambil mengintip pak Adi dan yang lainnya lewat jendela.

  “Lalu, kita mau...ke mana?”

  “Hmm...ayo ikut aku.”

  Tempat penyewaan perahu? “Kita mau menyewa perahu?”

  “Aku dengar di sini ada tempat yang menarik.”

  “Di mana kau mendengarnya?”

  “Katanya di sini ada batu cinta. Jika mau ke sana kita harus menggunakan perahu. Ayo kita ke sana.”

  “Kau serius? Kalau kau mau ketempat seperti itu pergilah bersama pacarmu, jangan denganku.” Kataku.

  “Ish, siapa peduli pacar atau bukan. Lihat mereka. Kau pikir mereka itu berpacaran? Mereka lebih mirip keluarga daripada sekelompok kekasih.” Luna mengangkat dagunya menunjuk ke sebuah gerombolan yang hendak menaiki perahu.

  “Tentu saja, aku tahu kalau mereka itu sebuah keluarga. Kenapa kita tidak menunggu Tina dan yang lainnya? Kita bisa naik sama-sama.” Aku memberikan solusi.

  “Terlalu lama kalau menunggu mereka semua. Lagian aku malas mendengarkan cerita pak Asep di tengah asiknya naik perahu. Gimana? Kau mau yah yah? Pliss....” Luna memohon.

  “Ya sudah ayo.”

Lihat selengkapnya