Aku tidak tahu kalau ibuku membuat kue coklat seperti itu, kalau tahu aku pasti sudah mencicipinya. Aku sendiri yang anaknya saja belum mencicipinya, ini malah Tina sudah memakannya dengan lahap. Tapi lebih baik tidak memakannya sih mengingat kue itu sudah kusimpan tiga atau empat hari ya? Dan juga kue itu tidak kusimpan di kulkas. Karena itu aku tidak yakin membiarkan Luna ikut memakan kue coklat itu.
Aku jadi merasa bersalah pada ibuku karena tidak membagikan kue coklat itu pada teman-temanku, khususnya Luna. Aku akan menghadapi dua bahaya, salah satunya akan kuhadapi dalam waktu dekat dan satunya lagi sedang menungguku di rumah. Ibuku pasti marah sekali karena rasa dari kue buatannya tidak sampai pada orang yang dia tuju, yang tak lain adalah Teman-temanku.
“Sini.” Aku mengambil sekotak kue coklat yang isinya sudah berkurang karena dimakan Tina.
“Ah, aku belum selesai memakannya, di dalam masih banyak kan? kau tidak mau memakannya, sini biar ku habiskan saja.” Kalimatnya membuat Luna jadi semakin penasaran dengan kue itu.
“Apa seenak itu Tina?” Luna bertanya dengan mulutnya yang terbuka lebar. Jika ada lalat yang tidak sengaja masuk ke mulutnya karena mengira mulutnya adalah sebuah gua, dia pasti sudah tersedak.
“Aku akan membuangnya. Aku tidak mau bertanggung jawab kalau kalian kenapa-kenapa nanti.” Aku membawa sekotak kue coklat itu keluar, dan membuangnya di tempat sampah. Agar tidak diambil lagi oleh Tina dan Luna, aku membuangnya di tempat sampah yang ada di lobi hotel, atau dimanapun asal tidak bisa dijangkau Tina dan Luna.
Keesokan harinya, seperti yang sudah disepakati. Kami check out dari hotel itu dan memutuskan untuk pulang. Tiga hari terasa sangat panjang sekali di Ciwidey. Tiga hari berlibur di Ciwidey dan aku tidak tahu cerita mana yang harus kuceritakan pada ibuku. Mencari orang hilang, mengurus Luna, mencari orang hilang bagian dua, mengagumi keindahan kawah putih. Tentu saja mengagumi keindahan kawah putih, bodohnya aku. Tidak mungkin aku menceritakan keluh kesahku saat liburan.
Aku tidak bisa memungkiri bahwa kawah putih memanglah indah. Kawah putih adalah salah satu keindahan alam yang ada di dunia, salah satu keindahan yang diciptakan Tuhan untuk kita manusia nikmati. Liburan kali ini membuktikan kalau ternyata ada tempat-tempat yang indah di dunia ini, khususnya di negeri ini. Kawah putih benar-benar membuka mataku lebar-lebar akan indahnya dunia yang aku tempati ini. Aku harus sering-sering keluar rumah agar bisa melihat tempat indah lainnya. Kini aku punya impian baru. Keliling dunia.
Suatu saat nanti aku harus berterima kasih pada Luna. Dia berhasil membuka mataku. Dia membuatku melihat indahnya dunia. Dia membuatku meyakini bahwa masih ada hal indah lainnya yang ada di dunia ini. Dan, dunia tidak membosankan seperti yang aku kira.
Aku rasa itulah kenapa aku menjadi seorang pemalas.
Aku harus keliling dunia, aku harus melihat tempat indah lainnya agar aku bisa menjadi penulis yang puitis. Aku akan menggunakan rangkaian kata-kata indahku untuk menjadi seorang penulis. Aku tidak akan bisa menjadi puitis jika aku hanya rebahan di kamar saja. Setidaknya itu yang selalu kudengar saat orang-orang menasehatiku. Ibuku, guru-guru di sekolahku, dan juga Luna. Luna pintar sekali menasehati orang lain, tapi tidak dengan dirinya sendiri.
Aku terkadang bingung dengan perkataan Luna saat sedang menasehatiku. Ucapannya sangat bijak melebihi perkiraanku. Aku sempat mengira kalau dia sedang kerasukan, semoga saja tidak.
Berkat dana tambahan dari kakak perempuan Bobby yang tidak kukenal, kami jadi tidak khawatir lagi dengan biaya transportasi. Karena apapun menjadi sangat mahal saat liburan tiba. Biaya transportasi hanya salah satunya saja, biaya transportasi akan kita perhitungkan saat kita tidak memiliki kendaraan pribadi. Sebenarnya beberapa dari kami memilikinya, Bobby dan Tina misalnya. Mereka berdua punya mobil yang bisa menampung kita berlima, dan mereka masing-masing memliki dua mobil. Aku yakin satu mobil mereka untuk digunakan ayahnya dan yang lainnya digunakan ibunya.
Bukan hanya aku, yang lainnya juga mencoba bernegosiasi dengan Luna. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kerasnya kemauan Luna. Alhasil kami pergi dengan taksi online, sama saja dengan hari ini. Kami pulang dengan taksi online lagi. Tidak masalah, aku benar-benar tidak ada masalah dengan taksi online. Hanya saja, awalnya aku merasa menggunakan taksi dari rumah sampai Ciwidey sangat menguras kantong. Jarak rumahku dengan Ciwidey tidak seperti jarak antara rumahku dengan sekolah. Tapi aku bersyukur Luna memilih menggunakan taksi online bukan menggunakan taksi offline. Aku tidak bisa membayangkan berapa banyak uang yang harus kukeluarkan untuk membayar argonya, belum karena macet. Kini aku bisa lega karena bukan aku yang harus membayar biaya taksi itu. Karena kemarin sewaktu berangkat ke Ciwidey aku yang membayar biaya taksinya.
“Ke mana ini? Kenapa aku merasa kalau kita tidak sedang dalam perjalanan ke rumah?” Hanya dugaanku saja atau memang benar kita sedang pergi ke suatu tempat?
“Pertanyaanmu sama dengan ada yang di kepalaku.” Kata Teddy.
“Aku juga.” Seru Bobby.
“Pak, jangan beritahukan tujuan kita pada mereka ya?” Bisik Luna pada pak sopir.