Seperti saat di Ciwidey. Di Ciwidey aku tidak berani membeli banyak barang atau makanan, harganya tidak sesuai dengan prinsip hidupku yang selalu menabung, menyisihkan uang sakuku sedikit demi sedikit. Biarkan menjadi bukit seiring berjalannya waktu.
Sayang sekali aku tidak bisa menyimpan indahnya langit hari ini di ponselku.
“Bosan juga kalau hanya duduk-duduk saja di sini.” kataku mengeluh. Memang begitu kenyataannya, kalau hanya duduk-duduk saja di sini pasti membosankan, apalagi aku tidak membawa ponselku. Aku sangat ceroboh.
Aku ingin sekali berjalan-jalan di tepi pantai, tapi sinar matahari saat ini bisa membuat kulitku terbakar. Apa yang harus kulakukan dua jam kedepan? Perkiraanku, sekitar jam dua atau jam tiga, panas matahari sedikit berkurang.
Bobby keluar dari dalam restoran. “Hei, ayo masuk. Saatnya makan siang.” Kau bercanda? Aku menunggumu dua jam di restoran ini dan sekarang kau mau aku masuk lagi ke dalam untuk makan siang? Rasanya restoran ini seperti ruang kelasku saja, aku pergi keluar untuk beristirahat sebentar lalu masuk kembali ke dalam saat jam istirahat berakhir. Aku bosan dengan restoran ini. Memang sih aku baru dua kali kemari, tapi tetap saja. Aku bosan.
“Tidak, kau saja. Aku mau jalan-jalan dulu. Sekalian mencari restoran lain.” kataku, sambil berjalan ke arah pantai.
“Bagaimana dengan makanannya? Punya mu juga sudah kupesankan. Nasi kari kan?” kata Bobby.
“Untukmu saja.”
“Kau serius? Baiklah.”
“Ah, panasnya.” Masih jam satu, cuaca panas belum sedikitpun membaik. Aku berteduh di salah satu gubuk, entah apa namanya, aku sendiri tidak yakin itu sebuah gubuk. Yang kulakukan saat ini hanyalah melihat keadaan pantai, yang keadaannya tenang-tenang saja. Sangat tenang. Ombak tidak membuat keributan sedikitpun. Di sini juga tidak begitu ramai pengunjung, lalu ke mana perginya semua wisatawan yang tadi kulihat saat mau ke restoran? Ah, itu kan tadi pagi. Dari yang kulihat hanya ada beberapa orang saja yang berjalan mondar mandir di sekitarku. Jam segini memang tidak tepat kalau mau berjalan-jalan sih. Kecuali bagi mereka yang mau berjemur. Nyatanya tidak ada juga yang berjemur di sini.
Semua pengunjung sepertinya pergi ke tempat kolam renang. Saat-saat seperti ini memang enaknya berendam di kolam renang. Tapi sama saja, kulitku juga bisa berubah warna kalau aku berendam di kolam renang siang-siang begini. Sulit sekali membuat keputusan bijak di saat liburan. Di saat-saat dimana yang aku inginkan hanyalah bersenang-senang. “Sebaiknya aku mencari restoran untuk makan siang saja.” kataku beranjak pergi dari kawasan pantai. Duduk sendirian di dekat pantai dan tidak melakukan apapun selain melihat ombak yang tenang membuatku seketika stres, angin pun sudah tidak berhembus kencang seperti tadi lagi. Wahai angin sepoi-sepoi, aku merindukanmu.
Aku kembali ke hotel, tapi aku mengambil jalan memutar, aku berusaha mencari restoran yang harga setiap makanannya tidak setinggi langit. Harga makanan di tempat wisata cenderung terlampau mahal dibandingkan dengan tempat-tempat biasa yang sering ku kunjungi. Sama seperti tadi, panas matahari sepertinya sudah mempengaruhi otakku. Aku melihat ada Luna sedang berswafoto dan sesekali melompat-lompat tidak jelas. “Luna?” Aku rasa itu benar Luna. Dia beruntung kulitnya tidak akan berubah warna walau berjemur sekian lama, ya walaupun kulitnya tetap akan merasa terbakar oleh sinar matahari. Aku menghampiri Luna yang sedang sibuk berswafoto.
“Luna? Apa yang kau—kau sendirian saja? Di mana Tina?”
“Oh, Dante. Aku sedang mencari pose yang bagus untuk swafoto.” kata Luna masih melanjutkan kegiatannya.
“Tapi aku melihatmu dari jauh tadi, kau melompat-lompat, kau tadi sudah dapat pose yang kau inginkan?”
“Ya beberapa.” Luna memiringkan kepalanya. “Apa yang kau lakukan di sini panas-panas begini?”
“Aku sedang mencari restoran untuk makan siang. Kau sendiri panas-panas begini kenapa malah berswafoto? Kulitmu tidak terbakar? Aku yakin kepalamu sudah terbakar sampai ke dalam.” kataku.
“Enak saja, kau pikir isi otakku bisa ikut terbakar hanya karena aku tidak memakai topi. Aku sudah memakai sunblock. Kau tidak pakai?”