A Star Between Us

Pojin Marble
Chapter #31

Bab 31

   “Yang pertama, ini bukan memutilasi. Yang kedua, rahasia.”

   “Apanya yang rahasia?” Aku mulai memakan daging kepiting.

   “Belajar, tadi kau bertanya belajar darimana aku memutilasi kepiting itu. Oh ya, dan berhentilah menggunakan kata mutilasi. Itu membuatku mual. Sayang sekali jika aku harus memuntahkan kepiting yang ada di dalam perutku.”

   “Maaf.”

   Rasanya lezat, seperti yang dikatakan Luna. Tapi aku merasa seperti ada yang kurang. Nasi. Entah kenapa aku merasa seperti ada yang kurang kalau tidak ada nasi.

   “Kau mau lagi?” tanyaku.

   “Tidak, aku sudah kenyang.”

   “Kau yakin? Dari tadi kau menatapku terus soalnya.”

   “Memang tidak boleh ya kalau aku menatapmu terus atau memandangimu terus menerus?” jawab Luna menaikkan alisnya.

   “Aku serius, kau mau atau tidak?” Aku mendorong piring dengan kepiting itu ke tengah meja. “Makanlah, aku tahu perutmu sama seperti perut Bobby kalau menyangkut makanan-makanan enak. Aku mau mencari makanan lain, roti atau yang sejenisnya, jadi aku tidak mau kenyang karena memakan kepiting ini.”

   Rasanya memang lezat, tapi aku kepikiran dengan roti yang ada di pinggir jalan tadi saat aku menuju ke restoran ini. Toko roti yang kulihat tadi terdapat banyak sekali pengunjung. Aku tidak boleh kehabisan, aku harus bergegas.

   Roti adalah salah satu makanan kesukaanku. Sejak kecil ibuku selalu membuatkanku roti, berbagai macam roti.

   “Baiklah jika kau memaksa.” kata Luna.



   “Kita mau ke mana?”

   “Aku mau ke toko roti yang tadi, yang sebelumnya kita lewati.” jawabku.

   “Jam segini?”

   “Sekarang masih jam tiga, ada yang salah?”

   Kami akhirnya sampai di depan toko roti yang aku maksud. Sudah tidak seramai tadi, di dalam juga hanya ada beberapa pengunjung saja.

   “Kalau kau mengincar salah satu jenis roti, kau pasti sudah kehabisan. Sudah ayo kita ke pantai saja.” Luna membujukku.

   Sejak di restoran dia membujukku terus agar mau menemaninya ke pantai. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukannya sesampainya di pantai. Tapi aku harus pergi ke toko roti ini secepat mungkin, jika toko roti ini laris, tidak sampai malam semua roti di sini sudah pasti habis. Maka dari itu aku tidak boleh terlambat. “Ayo masuk.”

   Kami masuk ke dalam toko roti itu. Luna mengikutiku di belakang dengan tenang.

   “Lihat kan, apa kubilang.”

   Yah, apa yang Luna bilang memang ada benarnya. Sebagian besar roti di etalase sudah ludes. Haruskah kubeli semua? Tidak, aku harus tanya harga setiap rotinya dulu.

Lihat selengkapnya