A Star Between Us

Pojin Marble
Chapter #39

Bab 39

Aku naik dan langsung mengetuk pintu kamar Luna begitu melihat sebuah kertas bertuliskan 'jangan ganggu' tertempel di pintu.

"Luna." Aku membuka pintu perlahan. Aku tahu sejahil apa Luna. Hanya mencoba mengantisipasi.

Luna menoleh ketika aku masuk, dan menyeret tanganku dengan mata melebar.

"Kemarilah. Lihat." Luna menunjuk layar laptopnya. "Aku mendapat item langka." Katanya lalu bertepuk tangan kegirangan.

"Kau menyuruhku kemari hanya untuk ini? Tunggu—tapi—wow bagaimana kau mendapatkannya?" sulit dipercaya tapi aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.

"Wuhuhuhu, hebat 'kan aku."

"Yah, benar—dapat dari mana kau? Kau pasti beli di pasar gelap 'kan?"

"Ih, pikiranmu jelek. Sesulit itukah percaya padaku? Hei, aku semalaman berburu di dungeon tahu. Kau tahu seberapa sulitnya bermain sendiri? Dasar." Ucap Luna, lalu mendengus kesal.

Aku sudah cukup lama bermain game dengan Luna. Aku percaya dia bisa menaklukkan dungeon sendiri, tapi aku ragu dia bisa mendapatkan item langka seperti itu. Drop rate dari item itu sangat kecil. Kurang dari satu persen player bisa mendapatkannya.

"Aku pulang ya."

"Kenapa buru-buru? Kau bawa ponselmu kan?"

"Iya bawa. Tapi kan game nya tidak—aku pulang ya, aku ngantuk." Entah kenapa, aku ingin cepat-cepat pulang. Aku tidak benar-benar mengantuk. Aku hanya ingin pulang. Tidak tahu kenapa.

"Kau ini kenapa sih buru-buru, di rumahmu ada siapa memangnya? Oh—jangan-jangan...kau...baru saja membeli DVD porno ya?"

"Hei, pikiranmu kenapa negatif terus padaku."

"Habisnya, ada apa sih buru-buru pulang? Aku sungguh-sungguh penasaran. Aku ini baru mau mengajakmu masuk ke dungeon karena ada equipment yang sedang kubutuhkan."

"Kalau begitu biarkan aku pulang dan ambil laptopku. Menurutmu aku bisa membantumu dengan ponselku? Mau kuberi pencahayaan tambahan?"

"Ya sudah ambil sana. Kenapa tidak bilang dari tadi. Cepat ambil. Lagian kenapa tidak kau bawa sekalian dasar pemalas."

Argh, dia ada benarnya. Aku memang pemalas. Tapi kenapa—ah sudahlah. Menghela napas adalah hal yang biasa kulakukan saat bersama Luna. Kesabaranku benar-benar diuji.

Aku kemudian pulang. Berjalan. Aku tidak perlu terburu-buru. Tidak ada keperluan mendesak juga. Permintaan Luna tidak begitu mutlak selama bukan hal yang mendesak.

"Oh, Dante. Kenapa? Lupa sesuatu?" tanya ibuku saat berpapasan di depan dapur.

"Iya, Luna menyuruhku membawa laptopku. Tapi tadi dia tidak bilang di SMS."

"Oh, cepat ambil sana. Jangan membuat Luna kelamaan menunggumu."

Aku menatap ibuku untuk sejenak. Aku rasa ada yang salah di sini. Aku tahu hal seperti ini sudah biasa ku alami.

Lihat selengkapnya