Anehnya, saat ini aku sedang berada di kantin bersama orang-orang yang bertanggung jawab dengan penampilan kami nanti.
“Jadi cerita apa yang sebaiknya kita tampilkan?”
“Sebaiknya yang punya pesan moral.”
“Kalau bisa yang pesan moralnya banyak.”
“Aku rasa untuk pesan moral kita bisa menambahkan sendiri. Kita bisa memodifikasi ceritanya sedikit. Kau tahu, seperti menambahkan sepenggal cerita tambahan yang tidak terlalu penting tapi memberikan sebuah pesan moral yang sangat penting—sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.”
Apa aku berbicara terlalu banyak?
Robi, Shinta, Nana, dan Lia memandang ke arahku bersamaan. Ada yang salah dengan ucapanku barusan?
“Kenapa?”
“Ini aneh.”
“Ya benar. Sejak kemarin malah.” Kata Robi.
“Kau tahu kan apa yang sedang kami lakukan saat ini?”
Aku mengangguk. “Ya aku tahu, ada apa sih?”
“Aneh karena yang kutahu kau ini pemalas. Aku tidak tahu kau mau ikut berpartisipasi dan memikirkan tentang penampilan ini.”
Aku paham perasaan mereka. Mereka pasti sedang bingung denganku. Bahkan aku sendiri juga bingung. Tapi seharusnya mereka membahasnya dari tadi kenapa baru sekarang setelah aku memberikan—baik mungkin kalau hanya sekedar ikut tidak terlalu membingungkan. Kenyataannya aku ikut memberikan masukan.
Sebenarnya tidak ada persyaratan khusus untuk ikut berpartisipasi sebagai penanggung jawab. Semua boleh. Tapi jika mereka semua itu rasanya seperti mimpi. Jadi mustahil mereka mau ikut andil sebagai penanggung jawab pementasan.