"Baiklah. Aku paham. Ini masih urutan ke lima, cobalah untuk lebih santai lagi. Tenang saja, masih ada waktu." Aku tidak yakin kalimat ini akan membuatnya rileks.
Aku meninggalkan Luna sendirian sekitar tujuh atau sepuluh menit sendirian. Ketika aku kembali, Luna tampak aneh di mataku. Bagiku aneh.
Dia tampak tenang sekali. Aku pikir dia seorang pertapa. Dia menyilangkan kakinya dan memang benar-benar berpose seperti pertapa. Dia terlalu tenang.
Kelas Teddy ada di urutan enam, Bobby ada di urutan empat, sedangkan Tina berada di urutan tujuh. Aku sempat menyaksikan sebentar penampilan drama Teddy dan Tina tapi tidak dengan Bobby.
Aku tidak bisa menilai bagaimana penampilan mereka, mungkin karena aku tidak menonton sampai selesai.
Per kelas mendapat durasi waktu 30 menit untuk menampilkan drama yang sudah mereka siapkan. Dengan durasi ini, eh... itu cukup lama mengingat kelasku mendapat urutan ke delapan. Jadi aku dan yang lainnya sepakat untuk memantapkan aksi kami.
Terkecuali Luna yang awalnya sangat bersemangat dan antusias, setalah masuk ke urutan lima wajahnya mulai terlihat cemas. Dan sekarang bisa terlihat kalau dia sedang merasa grogi.
Tapi anehnya, saat ini dia malah sangat tenang sekali. Ada apa dengannya—apa yang sudah merasukinya? Apa ini karena tekanan yang semakin dekat karena sebentar lagi kami akan tampil makanya dia—hmm... aku tidak tahu pasti, tapi aku akan mengamatinya.
Tiba saatnya untuk nomor urutan delapan tampil. Tidak lain tidak bukan adalah kelasku dan Luna.
Kami membawakan cerita putri salju dan tujuh kurcaci dengan tambahan unsur romantisme usia remaja. Kami menyesuaikan tiap tokoh dalam cerita dan membuatnya terasa lebih dekat dengan kami.
Tanpa mengubah cerita sama sekali, atau detail penting lainnya. Kami memperpendek rentan usia asli para tokoh dalam cerita dengan usia kami.
Agar tidak terkesan kaku, kami mengubah beberapa kosa kata dan mengganti dengan kata alternatif yang memiliki makna yang sama.
Semua berjalan lancar, dari awal hingga pertengahan cerita. Bahkan saat menuju klimaks, kami memperhatikan ekspresi para penonton. Sebagai pemain, satu dua kali kami terkadang mencuri pandang dan melihat reaksi setiap penonton.
Itu adalah hal yang wajar. Ada kala nya kegugupan aktor ketika di atas panggung bisa menghancurkan seluruh pertunjukan. Dan untuk memastikannya kami memeriksa reaksi para penonton. Bagaimana ekspresi mereka ketika melihat penampilan kami dari awal hingga akhir. Apakah memuaskan? Apakah membosankan?