A Star Between Us

Pojin Marble
Chapter #46

Pergi Kemping

"Dante, kau tidak haus?"

"Aku sudah ambil." Aku mengangkat gelas plastik.

Yang baru saja memberikan sekardus air minum kemasan adalah wali kelasku, juga guru olahraga di sekolah.

"Normalnya," ucapnya sambil mengangkat telunjuknya. "Kau harus mengambil dua atau tiga." Tiba-tiba saja ada dua gelas air minum di tangannya, yang kemudian dipaksakannya ke dalam genggamanku.

Aku memang gugup juga lelah, tapi minum sebanyak itu berlebihan. Aku bisa bolak-balik ke kamar mandi kalau minum sebanyak itu. 

"Tidak terima kasih, saya sudah kembung." Tapi dia masih berdiri di hadapanku sambil menatapku. "Baiklah, akan saya minum. Nanti, sekarang saya ada urusan." Aku membuat alasan, dan segera pergi dari ruangan itu. 

Masih ada kelompok 9 yang tampil. Aku mencari tempat duduk di barisan sedikit jauh dari tempat duduk para guru dan sutradara dari Australia itu.

Sebenarnya tidak ada keharusan menunggu hingga kelompok terakhir tampil. Tapi memang ada keharusan untuk hadir pada penutupan pementasan. Sebagaimana ada pembukaan maka ada penutupan. Pada pembukaan kami semua berbaris seperti paduan suara yang berjajar rapi. Untuk penutupan nanti aku tidak tahu seperti apa. Aku rasa kami akan kembali berbaris dan membungkuk pada para guru dan si sutradara itu.

Pementasan drama ini seharusnya bisa disaksikan oleh kedua orang tua siswa, tapi tidak jadi dilakukan karena dikhawatirkan akan membuat kegaduhan yang tidak diperlukan maka hanya akan ada rekaman yang direkam oleh guru sekolah kami yang memang sangat pandai dalam menggunakan kamera.

Mungkin ini ada sangkut pautnya dengan kehadiran sutradara dari Australia itu.

Rumor mengatakan sutradara itu akan memilih berdasarkan penampilan saat pementasan drama dilakukan siapa saja yang pantas mendapatkan beasiswa untuk meneruskan pendidikan di Australia.

Aku mengatakannya sebagai rumor karena sampai saat ini tidak ada pengumuman resmi dari para guru, bahkan kepala sekolah.

Penampilan dari kelompok 9 telah selesai. Dan aku tidak terlalu menyimak mungkin karena masih merasa lelah. Robi kemudian datang menghampiriku dengan ponsel di genggamannya. Dia pasti meneleponku. Aku sedang tidak membawa ponselku.

"Di sini kau rupanya, aku dari tadi meneleponmu. Kenapa kau tidak mengangkatnya?"

"Aku meninggalkan ponselku di tas. Ada apa?"

"Kita semua dipanggil. Kita disuruh berkumpul."

"Baiklah. Ayo." 

Setelah kami semua berkumpul, dari kelompok 1 hingga 9, para guru yang terlibat memberikan sepatah dua patah kata tentang penampilan kami semua. Tapi tidak menilai, hanya membahas bagaimana penampilan dan aspek menonjol apa yang paling menarik perhatian mereka, beserta si sutradara itu.

Karena sebagian besar Bahasa yang digunakannya adalah bahasa inggris, kami semua hanya mengangguk. Dan akhirnya sebuah kosa kata bahasa Indonesia keluar dari mulutnya. "Semangat." Katanya dengan wajah ceria.

Lihat selengkapnya