A Star Between Us

Pojin Marble
Chapter #51

Bulan

“Sebutanku dulu adalah Luna sang penjelajah. Semua memujaku dulu.”

“Jangan mengarang, aku tahu seperti apa kau saat kecil.” Aku melepaskan cengkeraman Luna dan mulai berjalan menyejajarinya. “Sebaiknya kita berjalan secara perlahan, sambil melihat tiap pohon-pohon yang kita lalui. Kita harus menghafalnya. Untuk jaga-jaga.”

“Iya, iya, dasar cerewet.”

Aku tak pernah ada pikiran untuk berkeliaran sendiri seperti ini, tanpa ada pendampingan dari para guru. Karena pada dasarnya aku inio orang yang malas. Aku malas memikirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi saat aku berkeliaran sendiri.

Jika ini Luna maka sudah hal yang wajar. Aku pikir karena sebentar lagi kita akan lulus Luna mulai berhenti mewujudkan semua ide-idenya.

Mustahil kalau aku tidak khawatir. Tapi aku diseret Luna. Dan kini aku harus memikirkan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi kapan pun itu.

“Luna, ponselmu ada sinyal?”

“Tentu saja ada. Kau pikir seperti di film-film?” Luna memperlihatkan layar ponselnya.

“Hanya memastikan, takutnya kita tersesat kan kita bisa menelepon seseorang.”

“Jangan terlalu berlebihan seperti itu. Ini kan memang dikhususkan untuk kemping, pasti aman.”

“Aku heran bagaimana kau bisa seyakin ini “

Dilihat-lihat memang rapi untuk ukuran sebuah hutan. Pasti pihak pengurus yang merapikannya. Di sini minim sampah, malah hampir tidak ada.

Setiap melewati pohon aku berusaha menghafal bentuk dan posisi pohon itu. Aku merasa ini sia-sia, tapi tetap saja kulakukan.

“Luna, bukankah kita punya tujuan? Kita semua melakukan ini karena punya tujuan. Karena kita keluar dari jalur yang sudah ditetapkan para guru, kau seharusnya punya tujuan kan?”

“Tentu saja. Kita semua punya tujuan akhir yang sama. Hanya saja jalur yang kita ambil berbeda.”

“Baguslah kalau begitu. Boleh kulihat petanya?”

“Peta? Peta apa?”

“Kita tidak berada jalur yang seharusnya, setidaknya kau punya peta penunjuk jalan. Kalau kau tidak punya lalu bagaimana kita sampai kembali ke perkemahan?”

“Tenang saja. Aku sudah menghafal semua. Kau cukup ikuti aku saja.”

“Mana bisa begitu. Jangan bercanda denganku, kau tidak mungkin bisa menghafalnya. Kau pikir aku lupa saat kau kesulitan menghafal naskah pementasan drama kemarin?”

“Ingat, kita masih punya ponsel. Jangan terlalu khawatir begitu.” Kata Luna tersenyum.

Bisa-bisanya dia tersenyum.

Sekian tahun lamanya aku merasakan hal-hal seperti ini dan masih saja aku terkejut.

Matahari meninggi dan hari semakin siang. Harusnya cuaca hari ini terik, berkat pepohonan yang ada di sekitar kami terik matahari tidak terlalu terasa dan sedikit sejuk.

“Kau yakin tahu ke mana arahnya? Ini sudah siang, aku bahkan tidak membawa bekal.”

“Maksudmu kau lapar saat ini? Kau seperti Bobby.”

“Kau yang aneh, ini kan jamnya kita makan siang. Memang sudah sewajarnya aku merasa lapar.”

“Kita istirahat dulu di sini.”

Lihat selengkapnya