BRAK!
Sontak saja, wanita itu jatuh terguling di aspal. Kepalanya terasa pusing, ditambah lagi sikut dan lutut yang turut terluka, membuatnya meringis menahan sakit. Pandangannya menyapu ke jalanan yang lumayan panas. Kemudian tatapannya berubah nanar ketika melihat kelopak-kelopak bunga yang malang jatuh berceceran ke jalanan.
"Astaga, bungaku!" kaget wanita itu.
Wanita itu segera berlari menghampiri bunga-bunganya yang sudah tak secantik sebelumnya. Genangan air mata pun mulai tersaji di pelupuk matanya. Wanita itu bersimpuh. Meratapi bunga-bunganya yang sudah tak layak dipertontonkan di pameran sekolah.
"Ehem!"
Tiba-tiba saja, terdengar suara deheman dari sosok di belakang wanita itu. Kemudian, diiringi suara langkah kaki yang kian lama mendekat. Wanita itu menolehkan kepalanya. Tatapannya berubah menjadi setajam ujung pisau buah.
"Sorry!" ucap sosok di belakang wanita itu.
Wanita itu langsung membangkitkan tubuhnya. Dengan cepat, tubuhnya berbalik arah. Membuat tubuh manusia berbeda gender itu saling berhadapan satu sama lain.
"Kamu bilang apa tadi? Maaf? Segampang itu kamu bilang maaf?" sentak wanita itu.
"Saya gak bilang maaf kok, saya hanya bilang sorry tadi," bantah laki-laki itu.
"Intinya sama saja!" sahut wanita itu dengan perasaan kesal setengah mati.
"Justru berbeda. Dari asal bahasa itu saja jelas berbeda. Dari cara pelafalannya juga berbeda. Dari—"
"Aku mau kamu bertanggung jawab!" tegas wanita itu.
"Maksud kamu?" Laki-laki itu mengernyitkan dahinya.
"Lihat ini!" perintah wanita itu dengan tangan menunjuk ke arah ID card yang tergantung di lehernya.
"Nafla?" sahut laki-laki itu.
"Aku tidak menyuruh kamu untuk membaca namaku! Tetapi aku menyuruh kamu untuk membaca apa yang ada di atas namaku!" pekik wanita bernama Nafla itu.
"Oh, terus ada apa dengan ID card kamu? Mau pamer?" cibir laki-laki itu.
"Otak kamu letaknya di mana sih? Gak di kepala ya? Apa kamu gak mikir, aku sudah susah-susah merangkai bunga ini untuk ditampilkan di pameran festival akhir tahun ini!" marah Nafla.
"Lalu, apa yang harus saya lakukan? Saya juga masih ada urusan. Tolong jangan paksa saya untuk meladeni omong kosong kamu!" keluh laki-laki itu.
"Kamu!" bentak Nafla. Sungguh, emosinya tampak meluap-luap.