Dua jam telah berlalu dengan tanpa hentinya aku berjalan mondar-mandir di dalam asramaku.
Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja sebuah surat datang mengumumkan pertunangan adikku dengan sahabat kakakku. Lebih parahnya lagi adalah surat ini dikirim satu minggu yang lalu, dan baru pada jam makan malam tadi surat ini tiba di tanganku.
Adik tersayangku, Rosie, ia baru akan menginjak usia 11 di tahun ini, dan ia sudah bertunangan dengan pria yang usianya 10 tahun lebih matang darinya.
Tentu saja aku mengenal pria tersebut. Sahabat kakakku itu memang bukan pria sembarangan, ia juga ahli dalam menggunakan senjata tajam maupun pistol jenis apapun. Bisa dipastikan bahwa masa depan pria itu akan cerah. Dan tentu saja itu berarti masa depan adikku Rosie juga.
Terakhir aku bertemu dengannya adalah musim dingin tahun lalu. Hanya beberapa kali dalam setahun aku bisa berkunjung ke rumah. Kehidupan di asrama sangatlah ketat.
Tidak bisa kupungkiri bahwa aku ikut senang dengan masa depan adikku yang cemerlang itu, namun aku juga sangat khawatir tentang kebahagiaannya. Mungkin memang benar Rosie pandai menyembunyikan perasaanya, namun matanya tak pernah berbohong. Aku tahu dari caranya memandang Frans teman bermainku saat masih kanak-kanak dengan tatapan kagum. Ada sesuatu yang lebih dari tatapan itu, aku sangat tahu itu.
Tapi aku juga tahu bahwa Frans tidak akan memiliki perasaan yang lebih dari yang ia berani miliki sebagai seorang tukang kebun. Ia tahu pasti hukuman apa yang akan ia peroleh ketika mencoba memiliki seorang wanita yang terhormat.
Status yang kami miliki bisa menjadi senjata ataupun ranjau tergantung bagaimana cara kita memakainya.
Aku bukan pewaris utama dari gelar Lord of Whitwall. Itu saja sudah termasuk tantangan terbesar untukku.
Kuputuskan untuk berjalan keluar dari kamar ketika pikiran-pikiranku menjadi semakin runyam.
Aku tidak tahu kemana tujuanku berjalan, namun ketika akhirnya tiba, kulihat aku sedang berdiri di taman yang letaknya tak jauh dari sekolah. Taman ini hanya disinari dengan lampu jalan sehingga terlihat temaram.
Jika saja ini di ibukota, pasti akan banyak kereta-kereta kuda yang berlalu-lalang dengan mengangkut pria kelas atas yang sedang mencari kesenangan, ataupun para bangsawan yang menuju ke sebuah pesta yang sebenarnya entah tujuannya untuk apa.