A Straight Rain: A Story about Their Gathering in Tokyo

Anis Maryani
Chapter #30

29 || Memoar

“KAKAK!”

Rena memekik. Napasnya tersengal. Keringat bercucuran dengan deras. Kain hangat yang semula menempeli dahi, terjatuh begitu ia menegakkan tubuh. Baru saja terlihat kembali kejadian kelam itu dengan begitu jelas. Memori itu, bermunculan di alam bawah sadarnya. Panas masih terasa di pelupuk mata, dan ia pun terisak setelah menarik kedua kaki dan memeluk lutut. Cukup lama ia meratapi kejadian yang tadi melesak masuk dalam mimpi.

Ia akhirnya tahu, bahwa sang kakak pergi dari dunia ini karenanya.

Teringat akan orang tuanya, Rena menarik napas dalam-dalam, membuangnya kuat-kuat. Setelah merasa cukup rileks, ia amati ruangan termpatnya terbangun ini. Ada tirai pemisah juga tiang infus, serta pasien monitor. Ranjangnya juga seperti yang sering Rena lihat di klinik atau rumah sakit.

Siapa yang membawaku ke sini?

Di atas nakas tergeletak ponsel yang Rena ingat sebelumnya jatuh di taman. Sambil terdiam memandangi ponsel itu, ia bertanya-tanya apakah ada yang menghubunginya saat tak sadarkan diri.

Setengah jam kemudian Rena izin untuk segera dipulangkan. Ia berjalan menyusuri koridor dengan pikiran yang berkecamuk.

"Oh, thanks God, you have awake!"

Wajah Rena terangkat menyertai langkah yang terhenti. Seorang pria berlari kecil ke arahnya. Pria itu mengenakan topi bisbol.

"How do you feel right now? Much better?"

Kedua alis Rena terangkat. Setelah berpikir lima detik, ia akhirnya mengenali wajah pria yang sepertinya berumur beberapa tahun di atasnya itu, kemudian bertanya dengan pengucapan bahasa Inggris yang tidak begitu lancar, "You are ... the person who saved me?" Lagi-lagi ditolong sama dia, Rena menggumamkan pernyataan ini dalam hati. Sekarang ia merasa berhutang budi karena dalam satu waktu saja sudah banyak pertolongan dari pria ini.

"Previously I had some business at Ueno Park too, and unexpectedly, God brought us together again. Maybe He has destined me to be your angel." Pria itu menarik sudut bibir, memperlihatkan senyum ramah.

Rena masih menunduk seraya menggigit bibir."Itsumo osewani nari, makoto ni arigatou gozaimashita," [Saya sangat berterima kasih atas bantuan yang selalu kamu berikan,] ucapnya dengan sedikit membungkukkan tubuh.

Pria itu terkekeh atas suguhan kata yang teramat formal dari Rena. "Arigatou to itta koto ga, mou nankai gurai deshouka?" [Kira-kira sudah berapa kali, ya, kamu mengucapkan terima kasih?]

Rena memberanikan diri untuk sedikit mengangkat wajah, lalu tersenyum malu-malu.

"Jaa, kenkou ga yoku nattara, sugu ni kaetta hou ga ii." [Kalau kondisimu sudah membaik, aku rasa sebaiknya kamu segera pulang.] Pria itu memberi saran. "Ie wa chikaku ni arimasuka? Soretomo yado ni tomatteimasuka?" [Rumahmu dekat sini? Atau tinggal di penginapan?]

Kepala Rena rasanya berdenyut kembali disuguhi rentetan pertanyaan berbahasa Jepang itu. Jadi ia menjawab dengan bahasa Inggris, "My lodging is near Waseda University. I can take a taxi."

"Let me help you to find it." Sebelum Rena mengucapkan terima kasih lagi atau menolak tawarannya, pria bertopi bisbol ini segera memotong, "Kamaimasen yo. Douitashimashite." [Tidak masalah. Sama-sama.] Ia tersenyum lagi, menularkan kehangatan ke dalam batin gadis di hadapannya.

Lihat selengkapnya