A Straight Rain: A Story about Their Gathering in Tokyo

Anis Maryani
Chapter #11

10 || Sapa Bentala

Salju yang turun perlahan semalam sudah tidak berjatuhan lagi. Burung-burung sudah berkicauan di taman-taman kota. Biasanya disertai pula dengan secercah sinar mentari terselip di antara rimbunnya dedaunan. Namun, berhubung sebagian besar daun telah meranggas, jadi sinar mentari seolah menyirami dataran Tokyo yang di beberapa tempat tertutupi tumpukan salju dan membuatnya terlihat berkilauan.

Pagi yang indah. Pagi yang sangat disayangkan untuk dilewati. Maka di sinilah Mila, di depan Toyamahigashi Park. Ia sudah berjalan mengelilingi taman itu selama kurang lebih satu jam. Tadi malam tak bisa tidur dengan nyenyak. Tubuhnya pegal-pegal karena tertidur di sofa lobi penginapan selama hampir dua jam, sebelum akhirnya terbangun karena Joe dan dua orang lain yang entah dari mana datangnya berseru-seru meski agak sedikit ditahan. Mila yang saat itu masih mengantuk, tanpa menyadari bahwa dua orang asing itu adalah receptionist di penginapannya, segera pergi ke kamar demi melanjutkan perjalanan ke ruang mimpi yang sempat dijeda.

Namun sayangnya ia terbangun lagi tiga jam kemudian. Sama sekali tidak bisa terlelap lagi. Daripada terus memaksa untuk tidur, Mila pikir lebih baik menikmati keindahan pagi dengan berjalan-jalan di area sekitar Toyama Sunrise saja.

Matanya menangkap sepasang anak kecil yang sedang asyik membuat boneka salju. Seorang perempuan, dan seorang lagi laki-laki. Sepertinya berada di kisaran usia antara lima sampai tujuh tahun. Usia di mana seorang anak berada di masa-masa paling menggemaskan. Mila paling tidak tahan jika dihadapkan dengan anak kecil begini. Jadi, ia pun mendekati mereka dengan langkah besar-besar.

Doumo," [Halo,] sapanya sambil mengembangkan senyum lebar-lebar.

Mereka tersentak, menoleh dan sorot kejut jelas terlihat. Anak perempuan yang semula menggenggam bongkahan salju, tanpa sengaja menjatuhkannya saking terkejutnya dengan kehadiran Mila. Ia bahkan melangkah mundur. Ia belum pernah disapa oleh orang asing yang ‘benar-benar asing’ sebelumnya.

Kowagaranaide. Waruihito janaindakedone." [Jangan takut. Aku bukan orang jahat, kok.] Mila berusaha membuat mimiknya seramah mungkin. Beruntung ia sering mempelajari Bahasa Jepang —ini adalah pelajaran favoritnya saat sekolah dulu —jadi tak begitu kesusahan saat berhadapan dengan yang tak mahir berbahasa Inggris seperti mereka.“Sono tsukutta yuki daruma, daisuki," [Aku suka sekali boneka salju yang kalian buat itu,] ujarnya seraya menunjuk boneka salju di antara kedua anak itu. “Anata-tachi wa yuki daruma o tsukuru no ga jouzu ne." [Kalian pandai ya membuat boneka salju.]

Kedua anak itu saling tatap. Kemudian serempak mengarahkan pandangan pada yuki daruma yang mereka buat. Kepala dan tubuh boneka itu tak berbentuk bulat sempurna. Daripada boneka salju, justru lebih mirip tumpukan salju yang meninggi. Untung saja posisi mata, hidung, mulut, dan tangannya sesuai, tertempel dengan pas.

Mila meringis melihat kedua anak yang terlihat bingung ini. Pandai membuat boneka salju? Ya, sebenarnya itu memang hanya rayuannya saja. Ia sering merayu anak kecil sebagai taktiknya mendekatkan diri pada mereka. Anak kecil, 'kan, memang pantas dirayu seperti itu. Ia jadi heran kenapa dua anak di hadapannya ini malah sadar bahwa mereka sedang dikelabui.

Akan tetapi, di luar dugaan, kedua anak itu kini tersenyum lebar menatapnya.

Arigatou, neesan!" [Terima kasih, Kak!] sahut mereka serempak.

Kono sukaafu, kisenaika?" [Maukah memaikan syal ini padanya?] Anak perempuan berambut sebahu mengulurkan satu helai syal bercorak daun pinus.

Mila terdiam sesaat, memandangi tangan-tangan mungil itu. Sebenarnya ia belum tahu arti dari kisenai. Tapi sepertinya, anak itu memintanya untuk memakaikan syal pada yuki daruma. Lantas ia pun menjawab, “Un," [Tentu,] dan mengangguk senang, sangat senang atas sikap ramah kedua anak itu. Mila mengambil syal yang terulur padanya dan melingkarkannya di bagian —yang seharusnya —leher dari yuki daruma. “Kore desuka?" [Seperti ini?]

Kawaii ...!" [Manisnya ...!] Sang anak perempuan memegangi kedua pipinya yang bulat, sementara si anak laki-laki bertepuk tangan dengan senang.

Lihat selengkapnya