A Straight Rain: A Story about Their Gathering in Tokyo

Anis Maryani
Chapter #16

15 || Pergi Bersama

Sudah ditentukan. Kemarin Mila diberitahu Izar bahwa mereka akan pergi esok, yang berarti hari ini, selepasnya cowok jangkung itu berkonsultasi dengan dosennya. Seharusnya Mila senang luar biasa karena ini adalah pertama kali sejak berabad-abad lamanya mereka tidak jalan bersama, makan malam bersama, dan terlebih di Tokyo banyak sekali tempat-tempat romantis. Harusnya sekarang jantungnya berdebar-debar seraya mematut kecantikan diri di depan cermin dengan malu-malu. Tetapi semua ekspektasi itu hilang karena tidak ada kata kencan antara ia dengan Izar malam ini. Ia mendumal dalam hati, cowok itu nggak peka banget, sih!

Sesuai permintaan Izar waktu itu, Mila mengajak tiga orang temannya—Joe, Kelvin, dan Rena. Ia melihat reaksi yang seharusnya menjadi ekspresinya sendiri ketika mengajak Rena. Meskipun gadis itu terlihat biasa-biasa saja, tapi ada pancaran lain dari sinar matanya yang Mila yakini bahwa Rena tengah bersorak-sorak girang di dalam hati. Cewek berambut pendek ini adalah tipe fans yang pemalu. Meski ia tahu Rena senang, sepertinya akan ada kecanggungan saat berdekatan dengan Izar nanti.

Mila juga sempat mengira muncul kekikukan pada Joe ketika mempertemukannya dengan Izar. Maklum saja, pemuda itu punya sifat sedikit kaku dengan orang yang baru dikenal. Dulu Izar juga begitu. Tapi kalau sekarang mungkin sudah berubah mengingat profesinya yang sebagai penulis bestseller—kata Rena—mengharuskan pertemuan dengan banyak orang-orang baru.

Ternyata semua spekulasi Mila dipatahkan begitu kelimanya berkumpul di depan penginapan. Awalnya Joe dan Izar sama-sama terkejut karena ternyata masing-masing dari mereka mengenal Mila. Kemudian mereka tertawa. Mereka bilang sebelumnya pernah bertemu sampai dua kali dan di dua kesempatan itu saling mengira kalau keduanya berasal dari negara yang berbeda.

Rena juga tidak malu-malu ketika meminta tanda tangan Izar di novelnya. Novel yang selalu ia bawa demi mengusir jenuh begitu ada waktu senggang. Mereka bercakap tanpa ada rasa canggung. Tanpa menyadari bahwa Joe sedang terkesima mendengar percakapan itu.

Benar-benar luar biasa. Bahkan sampai diidolakan oleh Rena. Joe jadi pernasaran tulisan seperti apa yang dibuat Izar. Jadi ia rebut novel yang dipegang gadis itu demi menekuri judul serta sub judulnya pada sampul, juga sedikit membaca halaman yang secara acak ia buka. Sementara Kelvin, bocah itu tetap bergeming di posisinya tanpa bergerak atau berekspresi sedikit pun.

“Jadi, kita mau ke restoran mana, nih?” tanya Rena tanpa peduli lagi dengan Joe yang masih berkutat dengan novel miliknya.

“Enaknya di mana, ya?” Mata Izar menerawang. “Vouchernya cuma bisa dipakai di restoran yang ada di pusat kota.”

Lihat selengkapnya