A Straight Rain: A Story about Their Gathering in Tokyo

Anis Maryani
Chapter #21

20 || Pengakuan

Joe tidak pernah segugup ini sebelumnya jika berhadapan dengan seorang gadis. Sekalipun gadis itu adalah Mila, ia tetap bisa mengendalikan suasana. Tapi sekarang, dengan disinari cahaya dari lampu tempel, diiringi musik orkestra, dan berlatarkan pemandangan taman sekitar Tokyo Midtown, ia benar-benar tidak bisa bicara. Ia sangat senang sebenarnya. Jauh dari hanya sekadar kata senang. Berdua dengan Mila di tempat romantis begini adalah impiannya sejak setahun belakangan.

Tapi masalahnya, ia belum pernah menyatakan cinta. Joe bahkan tidak yakin apakah sebelum ini pernah jatuh cinta dengan seorang gadis atau tidak. Ia lebih sering menyibukkan diri dengan belajar dan belajar. Tak pernah punya waktu untuk memikirkan hal yang awalnya ia anggap sepele begini. Dan akibat dari ketidakpiawaiannya dalam masalah percintaan, ia jadi ambil pusing dalam memilih tempat untuk mengutarakan hasrat itu. Hingga tercetuslah tempat ini, restoran di dalam Tokyo Midtown, yang bergaya eropa dan memiliki pemain orkestra.

Sebenarnya mengajak Mila ke tempat yang jauh dari penginapan seperti ini tidaklah mudah. Di ajakan pertama, sudah jelas tertebak gadis itu menolaknya mentah-mentah.

Please, mumpung Kelvin lagi tidur. Kan, jarang-jarang dia tidur sore-sore begini,” pinta Johan saat itu.

“Gimana kalau dia bangun? Sudah pasti dia ngamuk kalau tau kita nggak ada di sini.”

"Nggak akan. Dia, 'kan, kebo. Dia cuma kebangun kalau mendengar suara berisik di dekat telinganya.”

“Ya tetap aja nggak bisa dipastiin, 'kan? Lagipula ngapain sih jauh-jauh banget? Kenapa nggak yang dekat-dekat aja biar dia bisa nyusul?”

Joe menghela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Sinar matanya teduh menatap gadis itu. “Mil, justru aku sengaja cari tempat yang jauh supaya dia nggak bisa nyusul. Aku pengin banget nikmatin waktu sama kamu sebentar aja tanpa diganggu dia.” Ia merenung sejenak, lalu merengkuh pangkal lengan Mila. “Please, Mil, aku ingin membicarakan hal yang penting dan nggak boleh ada yang mengganggu kita.”

Mila mengerjap bingung. “Tapi tetep aja, mesti banget di tempat yang jauh? Sekarang ini, 'kan, kita lagi berduaan aja nih. Maksudku, nggak akan ada yang dengar juga kalau kamu membicarakan hal yang penting itu sekarang, di sini.”

“Ya ...” Joe melepaskan rengkuhannya dari pangkal lengan Mila, lantas menggaruk bagian belakang kepala dengan salah tingkah, “... 'kan, sekalian dinner. Sekalian juga melihat pemandangan malam Tokyo di tempat yang jauh yang belum pernah kita lihat. Pasti bagus banget tuh,” jawabnya asal-asalan. Berharap dengan alasan seperti ini dapat mengubah pikiran Mila.

Gadis di hadapannya tidak serta-merta menanggapi. Lama Mila terdiam. Di satu sisi ia tidak ingin meninggalkan tanggung jawabnya terhadap Kelvin, tapi di sisi lain ia juga tak mau mengecewakan Johan. Keduanya sudah ia anggap seperti adik sendiri. Keduanya sudah sangat dekat dengannya, terlebih Joe yang sering membantunya dalam banyak hal. Ia tidak ingin mengecewakan salah satu di antara mereka.

Setelah berkali-kali mondar-mandir, melakukan banyak pertimbangan, akhirnya ia menatap Joe lekat-lekat dan berkata, “Jangan lama-lama, ya.”

***

Krenteng.

Sendok dan garpu yang sebelumnya Joe gunakan untuk menyantap steak, ia telungkupkan di atas piring yang kini sudah kosong melompong. Ia mengelap mulut dengan serbet. Lalu melirik Mila. Gadis itu masih berusaha menghabiskan potongan daging di piringnya.

“Aku ke toilet sebentar, ya.” Ini adalah ucapan pertama yang Joe lontarkan selama mereka berada di sana.

Mila menghentikan gerakannya, melirik Joe yang sudah berdiri. “Oke.”

Dan Johan pun menggerakkan tungkainya. Bukan ke toilet, melainkan ke tempat para pemain orkestra berada. Ia membisikkan sesuatu ke telinga salah satu di antara mereka. Memberikan sejumlah uang, dan membiarkan orang itu berkompromi dengan teman-temannya. Tak berapa lama, musik orkestra yang semula terdengar cukup meriah, digantikan dengan nada yang agak lembut dan dengan tempo stakato. Mengalun dengan indah, tetapi tidak mendayu-dayu. Musik romantis yang tetap terkesan elegan dan mewah. Inilah Eine Kleine Nachtmusik, salah satu masterpiece dari komponis yang keindahan karya-karyanya sudah tidak diragukan lagi, Wolfgang Amadeus Mozart.

Lihat selengkapnya