A Straight Rain: A Story about Their Gathering in Tokyo

Anis Maryani
Chapter #27

26 || Keputusan

Sushi.

Di hadapan Rena saat ini hanya ada sushi, sushi, dan sushi. Ia menyiuk napas pelan-pelan dan membuangnya kasar. Menu di kantin fakultas kesusastraan hari ini adalah sekumpulan ikan mentah. Rena paling tidak suka dengan yang mentah-mentah begini. Jangankan ikan, sayuran mentah yang dijadikan karedok saja ia tidak suka.

Tetapi ia tidak bisa pergi ke kantin di fakultas lain, atau restoran sekitar fakultas ini. Masalahnya, teman-temannya suka sushi, jadi mereka tidak mau pindah. Apalagi waktu istirahat hanya tersisa tiga puluh menit. Yah, apa boleh buat. Akhirnya Rena memilih tamagoyaki sushi17) dan kamaboko kani sushi18) karena potongan ikannya tipis.

Seorang pemuda tinggi tiba-tiba muncul di depannya. Rena mendelik. Pemuda itu adalah Izar. Ia sangat canggung karena pertemuan mereka kemarin sama sekali tidak meninggalkan kesan baik. Tetapi sepertinya Izar tidak melihatnya. Pemuda itu sibuk memilih-milih sushi di etalase.

“Bang Izar.”

Pemuda tinggi itu hampir saja melangkah pergi. Namun, ketika namanya dipanggil, serta-merta ia memutar tubuh.

“Eh, Rena. Ada apa?”

Alis Rena terangkat. Pemuda ini ... Air mukanya kembali seperti sebelumnya. Ramah seperti biasanya.

“Bang Izar, udah nggak marah?” Takut-takut Rena bertanya demikian. Wajahnya tertunduk. Terasa degupan keras di dadanya.

Sementara senyum di wajah Izar kembali memudar. Ia sebenarnya sudah tidak ingin mempermasalahkan kejadian kemarin lagi. Kejadian ketika ia berbicara dengan Rena di dekat jejeran loker. Karena kejadian setelah itu sudah mengobati luka di hatinya. Tetapi jika gadis ini ingin membahasnya lagi ....

“Bang, tunggu.” Rena mengejar Izar yang segera melangkah cepat tanpa peduli dengan pertanyaannya. Ia berhasil menggenggam lengan Izar, hingga membuat pemuda itu berhenti. “Bang, tolong dong kasih tau aku apa yang udah aku lakuin sampai Abang marah kayak begini. Mungkin aku emang bukan siapa-siapa. Tapi, aku nggak mau punya hubungan yang buruk sama siapa pun, apalagi idola aku sendiri.”

Izar menatap lirih gadis yang menunduk di hadapannya ini. Berpikir sejenak, lalu berkata, “Oke, saya bakal ngejelasin semuanya. Tapi nggak di sini.” Ia merogoh saku celana. Kemudian jempol kirinya bergerak di layar ponsel, mengecek jadwal yang sudah ditandai. “Kamu jam segini udah selesai kelas?” Ditunjukkannya layar ponsel yang memunculkan jam berbentuk lingkaran ke hadapan Rena. Jam itu hanya memiliki satu jarum dan tepat berada di antara angka tiga dan empat.

“Mmm ... kayaknya sih iya,” sahut Rena tak yakin.

Lihat selengkapnya