A Straight Rain: A Story about Their Gathering in Tokyo

Anis Maryani
Chapter #29

28 || Terbawa dalam Kenangan

Rena masih terus memandangi layar ponselnya.

Pada aplikasi chat terdapat beberapa pesan masuk dari grup khusus pertukaran mahasiswa yang belum ia buka sejak menaiki kereta. Atau lebih spesifik lagi, sejak keluar dari gedung kesusastraan Waseda. Rena tahu teman-temannya pasti masih membicarakan rencana perjalanan untuk malam ini. Dan ia sedang tidak berminat untuk mencaritahu lebih lanjut.

Sekarang ia betul-betul bimbang apakah harus mengirimkan pesan pada Mila, meminta kontak Izar pada gadis itu. Sejauh ini antara Rena dan Izar memang sama sekali belum pernah bertukar nomor ponsel. Meski bisa dibilang hubungan mereka sudah cukup dekat dibandingkan sebelumnya, tetap saja Rena merasa segan jika meminta lebih dulu —meminta langsung pada orangnya. Pada teman laki-laki yang sudah biasa berinteraksi dengannya saja ia segan, apalagi dengan Izar yang merupakan seorang idola.

Dan masalah lainnya sekarang adalah, jika meminta pada Mila, ia takut gadis itu bertanya-tanya dan menimbulkan kecemburuan jika dibertitahu alasannya, meski ia yakini Mila tidak akan seperti itu. Tapi kalau tidak diminta, ia tidak bisa menanyakan posisi Izar sudah di mana, apakah Izar sudah lama menunggu atau tidak ....

Saat sudah memustuskan untuk mengirimkan pesan pada Mila, layar ponsel berubah ke pemberitahuan pembaruan perangkat lunak android. Rena sebetulnya ingin mengabaikan pembaruan itu. Namun, karena begitu terburu-buru, tanpa disadari ibu jarinya justru menekan tombol yang mengarahkan ponsel pada instalasi perangkat lunak. Rena meringis dan berdecak sebal. Ia tahu betul proses instalasi ini berlangsung lama.

Menyerah dengan keadaan, ia sandarkan punggung dengan lebih rilkes lagi sambil menatap pemandangan luar kereta dari jendela. Pepohonan mengabur seperti berlari-lari akibat laju kereta yang cepat. Namun ada satu hal yang Rena sukai. Sentuhan materi putih yang menempeli setiap pohon itu. Meskipun udara di luar sana yang semakin dingin —sementara di dalam sini masih stabil, Rena merasa tenggorokannya kering. Maka ia membuka tas selempang dengan tatapan masih tertuju ke depan. Ia meraba-raba bagian dalam tas itu, lalu mengambil botol mineral yang ia beli saat transit di Stasiun Takadanobaba. Ia coba membuka tutup botol dengan tangannya yang beku. Dan sudah diperkirakan tidak semudah biasanya. Bahkan sudah mengeluarkan tenaga penuh, tutup botol masih belum mau terbuka.

"Excuse me ...."

Rena menoleh cepat. Di sebelah kanan, terpisah oleh dua kursi, seorang pria lokal bertopi bisbol sedikit mencondongkan tubuh dan menatap padanya.

"You dropped something." Pria itu menunjuk sesuatu dekat kaki Rena. Sontak ia mengikuti arah yang dituju, dan mendapati syal miliknya terjatuh di sana.

"Thank you." Rena mengucapkan itu sambil sedikit tersenyum setelah meraih syal. Hendak ia liliti ke leher demi menghalau hawa dingin nanti, tapi kemudian teringat dengan reaksi Izar kemarin siang, saat pemuda itu melihat syal miliknya ini. Maka ia urungkan niat itu. Ia simpan kembali syal ke dalam tas selempang dengan letak yang paling aman agar tidak terjatuh lagi. Dalam pergerakan itu, ekor matanya melirik pemuda tadi karena ia merasa diawasi. Dan benar saja. Pemuda itu sedang menujukan perhatian pada apa yang digenggam Rena —syal yang tadi terjatuh. Setelah Rena berhasil memasukkan syal ke dalam tas dan menutupnya, tatapan pemuda itu terangkat ke wajah Rena, lalu dengan cepat beralih ke depan seraya menyedekapkan lengan dan membetulkan posisi duduk.

Samar kening Rena mengerut. Selagi kembali membuka tutup botol, otaknya berpikir macam-macam: Apa orang ini juga punya hubungan dengan syal miliknya? Atau pernah melihat di suatu tempat? Atau hanya mengagumi? Atau bagaimana?

"May I help you to open it?"

Lihat selengkapnya