Kacau.
Semua rencana yang sudah Kelvin siapkan matang-matang tak berjalan dengan baik. Mulai dari games truth or dare, lomba membuat hiasan ulang tahun, lomba makan es krim tertinggi bak Tokyo Skytree, sampai tebak-tebakan ala pelawak masa kini, tak seseru yang ia harapkan. Kedua orang yang masih bersamanya saat ini—Joe dan Mila—sama sekali tidak terlihat antusias.
Kelvin mendumal dalam hati. Oh, ayolah! Ada apalagi sih ini? Orang-orang yang biasanya akrab dengan gadis itu, justru sekarang seperti orang asing. Pertama Rena. Lalu sekarang kakaknya. Ada apa sih dengan Mila? Rona wajah gadis itu juga tidak secerah biasanya. Seperti sedang menyimpan sesuatu yang tak bisa diungkapkan. Saat mengucapkan “selamat ulang tahun” pun hanya disertai senyuman tipis yang sama sekali tak bernyawa.
Terpaksa pesta sederhana ini berakhir lebih awal dari yang direncanakan. Joe juga menyuruh mereka cepat-cepat karena katanya sudah ada janji dengan seorang teman baru di taman sekitaran Tokyo Skytree, Taman Sumida.
Ck!
Sambil melangkah lebar-lebar menuju taman itu, Kelvin mensedekapakan kedua lengan dan berdecak kesal. Kakaknya sendiri saja lebih mengutamakan pertemuan dengan orang yang baru dikenal—sekali lagi, baru dikenal—ketimbang merayakan ulang tahun adik satu-satunya ini. Salah apa sih dia?
“Tunggu bentar, ya,” pinta Joe setelah mereka tepat berada di tepi danau. Ia sedikit menjauh, mendekati sebuah pohon besar.
Kelvin tidak melihat siapa-siapa di sana, di pohon yang sedang didekati kakaknya itu. Kemudian Joe terlihat berbicara melalui ponsel.
Lama Joe menunggu sambungan di ponselnya. Sampai berulang kali ia matikan dan menghubungi lagi. Sampai ia berkacak pinggang serta mengetuk-ngetukkan kaki dengan jengkel. Ayo dong, angkat.
“Mana teman Kakak? Nggak jadi datang?” ketus Kelvin bertanya.
“Bentar lagi ya, Vin. Sabar,” sahut Joe bersusah-payah menahan kesal.
Kelvin berdecak lagi. Ditiliknya waktu pada ponsel, lantas mendesah. Sudah jam segini. Seharusnya perayaan ulang tahunnya baru diselesaikan sekarang. Tetapi yang terjadi, ia malah menunggu ketidakjelasan Johan.
“Aku ke penginapan duluan deh, Kak. Bosan. Ngantuk. Sudah malam,” ujar Kelvin dusta. Ia memutar tubuh, bersiap-siap melangkahkan tungkai.