Beberapa hari lagi, pernikahan akan diselenggarakan. Semua telah dipersiapkan dengan matang. Maya dan Raihan memilih konsep sederhana, yang hanya akan dihadiri saudara dan sahabat. Tidak ada orang asing yang mereka undang. Maya tidak ingin pernikahannya meriah dan ramai dengan sambutan orang-orang.
“Sampai saat ini kamu tidak menceritakan apa yang terjadi, May?” tanya Pak Rama yang kala itu datang menemui Maya di Froz Kafe Bandung, “Sudah berapa kali obat itu kamu minum? Lihat dirimu sekarang.”
“Apa yang harus di ceritakan, Yah. Mungkin udah takdir aja, Maya sama Mas Raihan berjodoh. Lagian, Maya baik-baik aja ko’,” desah Maya seraya mengaduk kopi di hadapannya.
“Meskipun ayah bukan orangtua kandungmu, tapi ayah tahu betul sifatmu, May. Coba katakan dengan jujur alasan kalian putus. Apalagi sudah lamaran. Itu bukan hal yang mudah, lho. Ayah tahu kalau kamu sangat mencintai Harij.”
“Ayaahh.. Maya mungkin ngga berjodoh dengan Harij.” Maya melemparkan senyuman manisnya pada sang ayah, lalu menyeruput kopi di hadapannya hanya untuk menutupi rasa sakit yang hatinya rasakan.
“Apa dia melakukan kesalahan cukup fatal pada kamu? Seperti berselingkuh? Kalau itu benar, Ayah harus memberinya pelajaran.”
“Tenang aja, ini bukan salah Harij ko’. Dia pria baik kedua setelah Ayah, tetapi takdir tidak menyatukan kita. Sudahlah, aku tidak ingin membahasnya lagi.”
“Ayah dan Ibu menghargai keputusanmu, May, tapi ingat menikah itu bukan alat coba-coba, bukan mainan juga. Ayah harap ini adalah keputusan yang sudah kamu pikir dengan matang-matang. Dan Ayah akan minta Dokter Riska untuk mengecek tubuhmu. Sudah sejauh mana kamu candu pada obat itu.”
“Ayah, itu bukan obat terlarang. Aku membutuhkannya, Ayah tahu, ‘kan? Aku bermasalah dengan tidurku. Dokter Riska juga sudah tahu.”
“Ini tidak bisa kamu tolak, May.”
Maya menghembuskan napasnya pasrah, “Baiklah.”
"Apa kamu sudah…? Sebenarnya beberapa minggu lalu Raihan akan pergi ke pulau terpencil di Kalimantan untuk mengajar, tetapi sepertinya dia berubah pikiran ketika bertemu denganmu.”
Maya menatap pria paruh baya di hadapannya dengan kedua pupil melebar, “Yang benar?”
“Ayah harap kamu tidak membuatnya kecewa dengan pilihan ini. Kita sama-sama tahu, Raihan begitu menyukaimu sejak dulu.”