Perlahan seiiring dengan berjalannya waktu, Maya berusaha kembali bangkit dan merelakan semua yang terjadi. Ia mulai kembali membenahi hati dan dirinya, menyibukan dengan aktivitas sebegai penyiar di salah satu radio yang cukup terkenal di Ibu Kota. Bukan tanpa alasan kenapa Maya memilih bekerja di sana, selain memiliki suara yang bagus ketika bernyanyi, ia pun ingin membagikan pengalaman pahitnya lewat sebuah program Share Stories yang hadir di pukul sembilan malam.
Waktu bergulir …. Merangkak begitu cepat, setahun berlalu terasa bagai kedipan mata. Terasa lebih cepat dari apa yang ia rasakan. Mungkin karena hari-harinya diisi dengan berbagai aktivitas yang cukup menyibukan. Wanita itu pun tidak mengerti bagaimana waktu mengalir begitu saja.
“Nuril, dipanggil Mbak Tata, tuh!” teriak seseorang ketika wanita dengan kemeja biru polos itu keluar dari ruang siaran.
Maya menoleh pada asal suara, salah satu temannya berlari ke arahnya dengan napas terengah, Lolita namanya.
“Ada apa emang?” tanya Maya penasaran.
“Mana gue tahu, udah sana!”
“Yaudah, deh, thanks, ya,” sahut Maya pasrah kemudian melangkah pergi.
Sejak melamar pada Radio Cipta, satu tahun lalu, Maya lebih suka memperkenalkan dirinya dengan nama Nuril. Baginya nama Maya seperti suatu kenangan buruk, bukannya ia tidak mau bersyukur atas doa kedua orangtuanya lewat nama itu, tetapi mengingat semua hal diawali dengan Maya … terasa menyebalkan sekarang.
Maya mengetuk pintu kaca yang berada di pojok kanan lantai dua gedung Amster. Di depan pintu tertulis informasi “Nyonya Tata” plus emoji ketawa.
“Masuk, Ril!” teriak seseorang dari dalam, yang segera Maya turuti.
Wanita itu duduk di salah satu sofa yang menghadap pada monitor cctv.
“Lu tahu nggak? Kenapa gue panggil lu ke sini?” Nyonya Tata menatap Maya dibalik kacamata hitam besar yang ia gunakan. Dia merupakan salah satu atasan yang tidak pernah membedakan derajat antara karyawan dan atasan. Semua orang bersahabat dengannya dan sudah tidak asing lagi jika di panggil seperti tadi, “Nuril… Nuril… gue kasih cuti tiga hari buat lu karena kemarin acara kita sukses di Pontianak. Itu karena gue tahu, lu udah kerja keras banget buat suksesin acaranya.”
“Saya pikir-pikir dulu, deh, Nyonya,” sahut Maya dengan anggukan sungkan.
“Lu emang karyawan teraneh yang gue punya, ya. Betah banget, sih, lu kerja di sini. Ngicil biaya nikah atau lu punya utang ke rentenir?”
“Terserah, deh …” sahut Maya mengerucutkan bibirnya, merasa sebal jika sudah membahas masalah ‘nikah’.
“Oke, terserah lu juga kalau gitu. Go away sana! Gue kasih satu malem buat mikir.”
“Siap!” Maya menyahut tegas dan segera bangkit dari kursi untuk selanjutnya pulang.
Jadwal siaran untuknya dimulai pada pukul tiga sore sampai pukul sepuluh malam. Dia adalah salah satu favorit para Shareces. Menurut mereka Maya adalah sosok pendengar yang baik dan bisa mengerti situasi dan kondisi perasaan mereka.