Dentuman itu muncul dari arah pintu utama kediaman Keluarga Ashar, seseorang membukanya secara serentak. Seorang wanita yang mengenakan gamis hitam, lengkap dengan pashmina berwarna senada yang menutupi kepalanya. Wanita tersebut buru-buru masuk dan menaiki tiap anak tangga menuju sebuah kamar dengan pintu merah muda. Wajahnya terlihat sayu dengan kedua mata membengkak merah.
"Mey ... Sisil!" teriaknya berusaha tidak panik seraya mengetuk pintu.
"Bagaimana, Bu?" tanya seorang pria yang mengekor wanita tersebut. Ia menoleh pada suaminya, "Mereka nggak ada, Pak ..." sahutnya kembali menangis.
"Sudah, Bu, jangan seperti ini. Kalau anak-anak melihat, mereka pasti bingung. Kita cari lagi."
"Bibi!!" teriak nyaring seorang anak berusia tujuh tahun di dekat tangga.
"Mey!" Wanita itu buru-buru turun untuk menghampiri keponakannya.
"Ada apa, Bi?" tanya Mey menatap wajah bibinya yang basah.
Wanita itu tidak menjawab pertanyaan dari keponakannya, ia menatap sekitar lalu kembali menatap wajah Mey. "Di mana adikmu, Sayang?"
"Ade ada di kamar, Bi. Di mana Ibu dan Ayah?"
Mendengar pertanyaan itu, wanita tersebut buru-buru memeluk tubuh mungil Mey seraya menangis. "Mey harus kuat sebagai seorang kakak. Ibu dan Ayah sudah pulang."
Gadis cilik itu melepaskan pelukannya dan bertanya dengan heran, "Pulang? Pulang ke mana, Bi?"