Malam pukul 22.00
Maya memasuki apartemen Silia dengan membawa banyak kantong makanan. Ia berniat akan menghabiskan waktu malamnya dengan bergadang. Bukan tanpa alasan, insomnia yang dideritanya semakin akut saja. Ketika malam tiba, Maya hanya mampu tertidur selama lima jam, itu pun paling lama. Selain itu, ia hanya ingin merayakan keberhasilannya karena telah mendapatkan kemenangan dari balas dendamnya.
Semua makanan yang ia bawa telah tersusun rapi di atas meja. Donat, pasta, berbagai macam snack, hamburger, kentang goreng, kopi, dan soda. Semua itu terlihat menghias di atas meja, siap menemani Maya hingga fajar tiba. Dan makanan pertama yang ia pilih sebagai pembuka adalah donat dengan isian blueberry. Begitu ia menggigit badan donat, tampak isian blueberry itu muncul keluar berwarna ungu kehitaman. Rasa manis dan segar seketika terasa ke seleruh mulutnya.
Wanita itu menyalakan televisi yang sudah tersambung dengan sebuah DVD kecil. Sebelumnya ia sudah membeli beberapa keping flem dan beberapa keping kaset berisi lagu-lagu dari artis terkenal. Namun sepertinya, ia lebih tertarik untuk menonton serial drama korea dengan durasi sekitar 1 jam lebih 55 menit. Flem dengan judul The Praparation ini mengisahkan tentang seorang ibu yang terkena penyakit kanker stadium akhir dan harus mengajari putranya untuk hidup tanpa dirinya. Sedangkan putranya mengalami cacat mental. Dan sepertinya flem ini sukses menyentuh hati Maya, membuatnya terenyuh dengan beberapa helai tisu yang berjatuhan di bawah sofa. Apalagi mengingat tentang kematian kedua orangtuanya, semakin menambah keharuan yang ia rasakan.
Setelah flem tersebut berakhir, Maya memutuskan untuk menonton flem selanjutnya, yaitu flem terbaru karya Marvel dengan judul Avengers : Infinity War. Di selangi dengan memakan pasta saus keju.
Hampir empat jam lebih kedua matanya fokus pada layar datar di depan sana sampai Maya mulai merasakan bosan. Ia butuh sesuai yang lucu untuk tertawa dan akhirnya memilih salah satu flem komedi dari Negeri Gajah Putih dengan judul Mr. Hurts.
Flem tersebut sepertinya cukup ampuh untuk membuat suara tawa wanita itu keluar. Beberapa kali terdengar tawanya mengisi ruangan sepi di mana hanya ia sendiri dengan satu lampu menyala di ruang televisi. Dan untuk menutup malam, Maya memilih untuk melakukan karaoke dengan berjingkrak-jingkrak di atas sofa karena lagu yang ia pilih cukup memacu semangatnya untuk menari-nari berbekal sebotol soda sebagai microphone.
“I just need to get it off my chest. Yeah, more than you know. Yeah, more than you know. You should know that baby you're the best. Yeah, more than you know Yeah, more than you know.”
Maya tampak menikmati setiap alunan lagunya dengan penuh semangat. Bahkan ia tidak peduli kepada para tetangga yang mungkin terganggu karena ulahnya. Ia hanya ingin melepaskan semuanya dengan apa yang ia lakukan sekarang.
Satu jam berlalu, tepat pukul 03.00 dini hari, kantuk mulai menyerang dirinya. Rasa lelah yang tubuhnya rasakan memaksa untuk segera beristirahat. Dan tentu saja Maya segera mematikan televisi, DVD dan juga speaker yang menjadi pelengkap dari teman malamnya. Dengan langkah gontai, Maya berjalan menuju kamar Silia. Ia menatap setiap sudut kamar tersebut yang masih berbau perih dan luka. Namun sepertinya Maya tidak mau memikirkan rasa sakitnya, pikirannya sudah terlalu lelah untuk kembali meratapi setiap kepingan luka itu. Maya menaruh ponselnya di atas sebuah meja yang dipenuhi tumpukan buku. Sepintas ia menatap sebuah light projector. Jemari tangannya meraih benda tersebut dan secara tidak sengaja menjatuhkan salah satu tumpukan buku.
Maya mendesah pelan menatap buku-buku tersebut. Ia menurunkan tubuhnya untuk membereskan buku itu kembali ke atas meja. Diantara tumpukan buku tersebut terselip sebuah kertas yang sudah usang. Dengan rasa penasaran Maya membuka lipatan kertas tersebut. Bibrinya bergerak pelan membaca isi dari kertas tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika sadar bahwa kertas yang tengah ia baca merupakan sebuah surat ancaman.