A Trip to Your Wedding

Rahmatul Aulia
Chapter #14

Sebuah Roman dari Pecinta Sejati

Salah satu yang digemari Arfa dari ilmu psokologi adalah ia dapat membaca kejujuran atau bahkan kebenaran diri seseorang dari gerak-geriknya. Seperti orang yang ketika berbicara tidak menatap lekat mata lawan bicaranya, berarti dia gugup dengan lawan bicaranya. Atau saat lawan bicaranya sedang mengobrol, dia melihat hp atau melihat ke sana kemari, membuat jarak dengan lawan bicaranya, bisa ditarik kesimpulan bahwa ia tidak tertarik pada isi pembicaraan atau bisa saja bahkan ia tidak tertarik pada persona sang pembicara. Sifat-sifat dasar manusia juga begitu mudah dapat dikenali dari ilmu-ilmu psikologi dasar. Orang dengan ego tinggi akan terus berbicara, dalam beberapa kasus, akan meninggikan suaranya meskipun disela. Agar ia tetap memegang kontrol atau pusat perhatian dari forum. Selebihnya, orang-orang yang egaliter, ia akan berbicara ketika dipersilahkan, dan ketika ada yang menyela, ia tidak meneruskan, ia akan mendengar dengan seksama, menangkap poin yang dibicarakan oleh penyela.

Tak hanya dapat di tangkap dari bagaimana ia berbicara dan mendengar, gerak-gerik sederhana yang menjadi kebiasaan pemiliknya dapat menggungkapkan jati dirinya sebenenarnya. Seperti apa yang dia makan, film seperti apa yang ia tonton, buku apa yang ia baca, fashion model seperti apa yang nyaman ia kenakan dan tampilkan, rokok yang ia hisap, tampilan profile instagramnya, artis yang ia gemari. Semua ekpresinya itu, dapat menjadi sebuah data yang dapat di analisis untuk membuat sebuah buku tentang orang tersebut. maka, bagi orang yang menggemari ilmu psikologi, gerak-gerik sederhana dari tingkah laku rutin manusia pada kesehariaanya merupakan sebuah laboratorium yang sangat menarik untuk di kaji.

Karena pekerjaannya dituntut untuk bertemu orang dari berbagai macam budaya dengan segala karakter yang dibawanya, hiburan Arfa adalah menganalisis karakter-karakter yang ia jumpai, bisa di bilang, ia sudah banyak tau berbagai macam sifat dan karakter orang dengan segala kerumitannya, Tapi tak pernah ia jumpai karakter model Zumi. Dalam bahasa yang sangat sederhana, kepribadiannya paradoks. Dan itu semua akibat dari sebuah luka di masa lalunya. Arfa sering mendengar atau membaca betapa seorang perempuan bisa demikian merusak hidup seorang lelaki. Tapi baru kali ini ia menemukan kisah itu nyata pada diri seorang Zumi. Meskipun tak pernah ia katakan, tapi tersirat jelas dari semuanya, dari tata pengaturan nafasnya, refleknya merapikan rambut di atas daun telinga, pemilihan kata-katanya. Bahwa laki-laki itu amat belum bisa move on dari seorang perempuan di masa lalunya. Yang absurdnya adalah, Zumi tak pernah menjalin kisah dengan perempuan bernama Anatasia itu, ia hanya mengagguminya dari jauh. Dan pengaguman itu hanya sekedar pengaguman, karena ia terlalu pengecut untuk mendekati perempuan itu. dan lebih gilanya, ia telah menemukan kedamaian dari rasa sakit itu.

Dan ketika Anatasia, perempuan jelita itu tau-tau naik pelaminan dengan lelaki lain, hidup Zumi hancur. Ia yang semula sudah hancur oleh perkara rumah tangga orang tuanya, dan mulai membangun kepercayaan lagi pada hidup ketika ia menemukan cinta, kembali terhampas ketika cinta itu bukan untuknya. Dan pada ujungnya, lelaki seperti Zumi lalu berakhir pada istilah yang orang psikilogi katakan dengan istilah blocking mental. Suatu istilah yang dipakai pada orang-orang yang menolak bahagia karena mengidap suatu penyakit psikologis yakni telah menemukan rasa nikmat pada kesakitan itu. lebih jelasnya, telah nyaman pada luka.

Selama menjalani liburan bersama Zumi. Malam inilah Zumi paling jujur padanya. lelaki itu menjelaskan tentang keluarganya, tentang mengapa ia memilih traveling sebagai penghinburnya. Dan segala hal tentangnya. Kedekatan itu membuat kesan di hati Zumi, ia kembali ingin mempercayai cinta itu sendiri, namun, ketika mendengar Arfa akan segera menikah, bahkan tanggalnya sudah ditetapkan. Ia siap diri. Sekarang, hanya sikap persahabatan dan profesional yang membuatnya bertahan bersama Arfa.

“Ya gitulah, hehehe.” tutup Zumi. Ya begitulah, hanya itu saja yang bisa ia simpulkan dari hidupnya.

“Ada banyak yang pengen gua komen tentang masalah ini. Tapi, gua ke belakang bentar ya? Urgent banget ni urusan kantor.” Ucap Arfa sambil meminta izin sebentar pada Zumi.

Zumi mengangguk, Arfa lalu beranjak, mencari tempat yang nyaman untuk berkomunikasi lewat telpon.

Hari ini adalah hari terakhir mereka di Kota Takengon, sebelum melanjutkan perjalanan, mereka memilih untuk ngopi di salah satu warung kopi tradisional di salah satu sudut kotanya. Di dalam warung itu Zumi duduk persis di depan dapur barista. Sehingga ia dapat hiburan dengan melihat-lihat bagaimana kopi itu diracik oleh seorang pria paruh baya. Zumi beradu pada dengan barista itu, lalu bapak paruh baya itu melempar senyum padanya.

“Rame ya pak?” tanya Zumi pada bapak paruh baya itu. membuka pembicaraan.

“Ya Alhamdulillah. Rezeki Tuhan kasih. Hehe!” jawab bapak itu dengan sangat ramah. Zumi membalasnya dengan senyum.

“Adek dari Jakarta ya?” tanya bapak tua itu, yang membuat Zumi kaget.

“Hehe, maaf dek! Bukannya saya gak sopan, tapi waktu adek ngobrol saya gak sengaja dengar. Eh jadi keterusan. Maafin saya ya dek?” pinta bapak paruh baya ini dengan sangat rendah hati sekaligus sangat ramah. Zumi demikian terkesan dengan rasa keakraban yang ditawarkan bapak tua itu.

“Gak papa kok pak! Bapak tau saya dari Jakarta karena ngomong gua elo ya pak?” tanya Zumi lembut.

“Iya, hehe,” jawab bapak itu dengan terus tersenyum.

“Itu tadi Pacarnya adek?” tanya bapak paruh baya itu pada Zumi

“Bukan pak!” Jawab Zumi.

“Jadi istrinya?” Tanya Bapak paruh baya itu lagi.

“Eh!? Hahahaa! Gak kok pak, cuma temen!” Jawab Zumi sambil tertwa kecil setelah kaget di tanya bapak itu.

“Oh kirain,”

“Kenapa pak?” tanya Zumi.

Lihat selengkapnya