Bila ada satu nama yang harus Sekar hindari, nama itu adalah Angga.
Nama Angga tidak boleh disebut, seolah nama lelaki yang menjadi kakak kelasnya sedari TK hingga SMA itu adalah sumber kesialan dan sepatutnya untuk dijauhi. Namun, rupanya semesta tak mendukung Sekar Galuh untuk menghindar dari Satria Erlangga.
Entah untuk ke berapa kalinya kesialan Sekar terjadi sejak bertemu Angga sore ini. Setelah hampir tersedak biji bakso, kini mobil mereka menumbuk pembatas jembatan, dan akhirnya terempas ke dasar sungai yang menenggelamkan tubuh keduanya. Sekar terseret dalam arus yang sangat kuat. Mata besar berbulu lentik itu tak dapat menangkap secercah cahaya sedikit pun. Semuanya hitam pekat, membuat kuduk meremang disergap kengerian.
Sekar tak sempat merutuk. Ia sibuk menahan napas agar paru-parunya tak kemasukan air. Netranya yang tak bisa melihat apapun menambah kepanikan. Bising deru air dan benda yang bertumbukan tertangkap oleh pendengarannya.
Dada Sekar mulai terasa sesak karena kekurangan oksigen. Ia berusaha berenang memotong arus yang deras. Tangannya menjangkau apapun yang bisa digunakan untuk berpegangan agar tubuhnya tidak tertarik oleh pusaran air sungai Kali Mas yang berpusat pada lubang hitam di dasar sungai. Saat tangan Sekar meraih serupa sulur, ia memantapkan pegangannya. Dalam ketidakberdayaan karena tak bisa melihat apapun, Sekar hanya bisa meringis, mengerahkan daya dan upaya untuk melawan tarikan air yang berputar. Tapi, gelombang yang datang dari depan membuat cengkeramannya terlepas. Tubuh Sekar bergulung, menghantam apapun yang ada di dasar sungai.
Dalam sisa kesadaran, Sekar yakin bahwa hari ini adalah akhir hidupnya. Hari ini adalah kesialannya yang terakhir setelah bertemu lagi dengan Angga. Perlahan kelopak mata Sekar menutup. Tubuhnya melayang di dalam air, dengan tangan terkulai tanpa daya saat blackhole itu menghisap raganya bulat-bulat.