“Hanya ada ini…”
Seorang anak lelaki kecil hanya menemukan potongan roti sisa dari dalam lemarinya. Sambil membersihkan sarang laba-laba, dia mengambil roti itu untuk makan siangnya.
Sejak pagi, langit tampak mendung. Lagi-lagi matahari tak ingin memancarkan sinarnya di tempat ini. Desa Edenspring, adalah sebuah desa kecil. Penduduknya pun tidak banyak. Tempat ini adalah desa yang subur. Seluruh penduduk desa adalah orang-orang yang giat bekerja dan berpesta saat musim panen tiba. Benar-benar tempat yang menyenangkan. Tapi itu delapan bulan yang lalu, sebelum desa ini terjangkit wabah misterius.
Tidak ada yang tahu dari mana wabah ini berasal. Awalnya wabah itu hanya menggerogogoti tanaman dan ternak. Warga tetap tenang dan berpikir wabah ini akan segera berakhir dengan sendirinya. Lambat laun lahan pertanian pun mulai gersang semua. Padi, sayuran, dan buah-buahan cepat sekali membusuk. Hewan ternak pun banyak yang mati lemas. Hanya sedikit ternak yang bisa bertelur dan menghasilkan susu. Sulit untuk mendapatkan makanan bergizi, tapi setidaknya masih ada air bersih dari sumur dan sungai untuk para penduduk bertahan hidup.
Beberapa bulan kemudian, banyak penduduk mulai tumbang. Beberapa dari mereka merasa sangat lemas dan hanya bisa berbaring di ranjang, hingga akhirnya ajal menjemput mereka. Desa Edenspring kini menjadi desa yang suram. Tak ada lagi pesta panen raya, bahkan sinar matahari pun jarang terlihat.
***