“Mmph! Hmph!”
Mikha meronta-ronta. Ia berusaha menggerakkan tubuhnya, tetapi sia-sia.
Tempat apa ini? Aku tidak bisa bergerak.
Begitu membuka mata, Mikha mendapati dirinya terbaring di tempat gelap. Punggungnya terasa dingin. Ia berbaring di tempat yang keras, seperti batu. Tangannya terikat erat di atas kepalanya. Pergelangan kakinya yang terlilit tali berusaha menendang-menendang. Bibirnya disumpal kain putih agar tidak bisa berteriak.
Siapa saja, kumohon tolong aku.
Anak lelaki itu sangat ketakutan. Tubuhnya menggigil. Ia hampir menangis.
“Maafkan kami, Mikha. Kau adalah anak yang baik.”
Kepala desa muncul dari kegelapan dengan membawa sebuah lentera. Mikha meronta-ronta, seraya memberi isyarat untuk melepaskan dirinya.
Kepala desa! Syukurlah kau datang. Tolong lepaskan aku. Jika mulutnya tidak disumpal, Mikha ingin sekali berkata seperti itu. Tapi tunggu. Maaf? Apa maksudnya? Mata merah Mikha menatap pria tua yang sangat dikenalinya itu. Ia tidak paham dengan maksud ucapannya.