“… Hah?”
“Huh?”
Melongo, keduanya sama-sama terdiam di tempat.
April melihat wajah tegas Revan dengan raut kebingungan, lalu Revan yang balik memandang muka ayu April dengan ekspresi keheranan.
“Apa Anda baru saja mengatakan, … kalau ruangan ini bukan ruang yang Anda sewa sebagai rumah?” Tanya sang Ka Regu itu dengan serius, sampai-sampai membuat keningnya terlihat mengerut.
“Lantas, rumah siapakah ini, jika Anda bilang … ini bukan rumah Anda?”
“I-Itu—!”
CRAGG! CRAGG!?
“Loh, Pak? Bukankah Anda bilang akan segera membukanya dari dalam?”
Suara kenop pintu yang berulang kali digerakkan dari luar, dalam percobaan pembukaan sang penghalang yang kokoh antara penyelamat dan yang ingin diselamatkan, … datang di waktu krusial.
“Mengapa Saya masih belum bisa membukanya, ya?”
Hal itu pun, berhasil membuat perhatian curiga yang Revan layangkan terhadap April, mulai berpindah ke depan pintu.
“Pintunya tidak terkunci dari dalam.”
“E-Ehh?! K-kalau begitu, kita bongkar saja pint—!”
“—Dibilangi jangan ya jangan! Ahh, kalian ini! Mau Saya kirimkan laporan pengaduan ya?!”
“….”
Petugas pemadam kebakaran lain, si asisten kecil Revan yang berada di luar ruangan itu, mendadak langsung terdiam seribu bahasa, segera setelah terdengarnya suara wanita memarahi.
Wanita yang dapat ditebak oleh sang Ka Regu dengan mudah, … jikalau ia adalah resepsionis gedung ini.
“Jafar, begini saja. Coba kau hubungi Agis. Situasiku agak … yah, memalukan. Pokoknya, tolong hubungi dia dan jelaskan situasi sekarang.”
“Baik Pak!”
Sekarang, manik mata hitam yang tajam itu, … kembali tertuju kepada Aprilia Putri Utari.
“Um …?”
STEP …!
“P-pak Damkar?”
STEP …!
Secara perlahan, selangkah demi selangkah, Revan berjalan mendekat.
Memukul mundur April dengan sendirinya, supaya si gadis berambut krim terang tersebut berakhir terpojok, dan merekatkan diri ke permukaan tembok.
“Neng April.”
GASP!
April tersentak dengan sangat.
Dia menggigit bibirnya gugup, dan masih meluruskan arah pandangnya tuk tertuju ke hadapan.
Manik mata merah kecoklatannya, menatap takut-takut dada bidang pemilik seragam pemadam kebakaran bernamakan Revan Saputra, … dan tak berani tuk menengadahkan kepalanya ke atas barang sejenak.
“Apakah Anda ….”
~•••~
“Aku mau lihat. Mahhh, aku mau lihat!”
“Shussh! Anak kecil pergi main sana!”
“Pak, apakah gadis yang mau lompat itu sudah mati?”
“Pak!”
“Pakkk!”
Urgh.
Ini memusingkan.
Ada banyak mulut ceriwis yang harus ia balas, namun, sang wakil kepala regu pemadam kebakaran dari tim Revan Saputra itu, merasa bingung.
Dia tidak tahu harus memulainya dari mana.