aalok

Katata
Chapter #3

Terkekang

Menjadi yang terbaik di semua hal adalah tugas manusia. Berusaha menjadi yang terbaik di semua hal adalah tantangan bagi manusia, dan tantangan berlaku hanya untuk manusia yang mau menjalaninya. Lelah, letih, bahkan rasa enggan sering menghinggapi Aalok. Senin hingga jumat dia full belajar dan antar jemput Karuna---adik satu-satunya, sabtu dan minggunya dia gunakan untuk membantu bunda di toko dan belum lagi jika ada jadwal latihan.

Aalok telah bersiap dengan motor bebeknya, helm telah terpasang dan terkunci. 2 kali Aalok men-gerung-kan motornya sebelum melesat pergi, namun ada yang menghalangi laju motornya.

“Mau ke mana?”

Aalok mematikan mesin motor, “Biasa. Gue mau jemput adik dulu.” Jawab Aalok santai.

“Perlu gue ingetin?”

“Birendra. Gue tau. Gue udah izin ke Pak Bani. Jadi tolong minggir dulu, biar gue bisa cepet adik gue dan balik ke sini buat latihan.” Aalok menyalakan motornya lagi.

Birendra menyilangkan kedua tangannya di depan dada, “kapten kok gini. Gak selamanya hal ini harus dimaklumi. Kasihan tim Lo yang harus selalu nunggu kaptennya.” Ucap Birendra tajam. Dia benar-benar kesal dengan Aalok yang setiap akan latihan basket, selalu diawali dengan perdebatan yang itu-itu saja. 

Sebenarnya Birendra sudah mengingatkan Aalok sebagai sesama kapten tim basket sekolah mereka. Satu dua kali masih bisa ditolerir, namun berbeda dengan Aalok, setiap sore latihan terhambat karena harus menunggu Aalok yang menjemput adiknya dulu. Birendra berpikir hal ini akan berdampak kepada kesolidan tim basket putri. 

“Tolong gunain kecerdasan lo dengan bijak, biar hal gini gak jadi masalah.” Pesan Birendra sebelum membiarkan Aalok pergi. 

Aalok diam saja. Dia memutuskan untuk lekas menuju ke sekolah adiknya. Jam tangannya memperingatkan bahwa dia tidak punya waktu banyak.

“Kenapa Lo sama Aalok?” Tanya Omkara melihat wajah Birendra kusut. 

Birendra tidak menggubris, dia lebih memilih mengambil bola dan mulai men-dribble.

“Lagian, Bi. Lo gausah ikut campur tim cewek lah. Terpenting tim kita aman terkendali.” Omongan Omkara barusan mendapatkan tatapan tajam dari Birendra. 

Birendra melempar bola dengan keras ke arah Omkara. Untung saja Omkara dapat mengendalikannya.

“Gue peduli sama tim sekolah! Bukan kayak Lo!”

“Eh, udahlah. Birendra Lo kalo udah menyangkut Aalok jadi banyak omong yah.” Partha datang, menengahi kedua sahabatnya itu.

“Lo suka Aalok?” Tanya Partha tiba-tiba.

“Apa hubungannya?” Birendra terkekeh pelan. Menertawai kesimpulan konyol cowok berambut buzz cut ala anggota militer itu.

  Partha tersenyum miring, dia hanya memperhatikan tingkah sahabat kecilnya. Birendra juga tidak menanggapi tatapan tajam Partha. Birendra tahu bahwa Partha sedang bergejolak. Jika sudah tentang Aalok, Partha menempatkan dirinya di garda terdepan.

Lihat selengkapnya