aalok

Katata
Chapter #4

Ditampar

Tamparan keras melesat dari tangan yang sama, tangan yang juga membelainya. Nyeri yang didapat di pipi tidak sebanding dengan perih di hati. Sudut bibir Birendra juga mengeluarkan sedikit noda merah. Pria berjas hitam rapi di depannya menatap penuh amarah, tangan yang tadi dipakai untuk memberi pukulan ke anak satu-satunya dimasukkan ke saku celana, berusaha menyembunyikan getaran yang terjadi.

“Bagaimana kamu akan menebus semua ini? Apa papah perlu mengurusnya?”

Birendra menggeleng keras, “Tidak, Pah.”

“Kamu tidak becus! Nilai pelajaran saja kalah dengan perempuan. Birendra kamu akan menjadi penerus papah. Papah ingin yang sempurna.” Kecam papahnya. Andrea Kalyandra. Pemilik perusahaan besar yang menggurita, Kalyandra Asset Management. Perusahaan ini memiliki dan mengoperasikan aset pemegang saham dan kliennya dengan fokus pada bisnis real estate, energi terbarukan, infrastruktur, dan ekuitas swasta. Portofolio globalnya berisi kantor, ritel, multi-keluarga, logistik, perhotelan, penyimpanan mandiri, sewa tiga kali lipat, perumahan manufaktur, dan aset perumahan siswa. Perusahaan memiliki, mengembangkan, dan mengelola properti perkantoran di kota-kota besar di Indonesia dan berbagai negara di Asia Tenggara dan Eropa.

“Tapi Pah, nilai semester Birendra meningkat.” Birendra mencoba menyelamatkan sedikit harga dirinya.

“Mencoba membela diri? Kalah ya kalah Birendra Kalyandra. Kamu menyandang nama Kalyandra. Yang artinya kamu tidak boleh kalah dalam hal apapun. Kamu kalah!!!”

Birendra diam, tidak mampu lagi membalas perkataan papahnya. 

“Andai saja Narendra masih ada, kamu tidak perlu berjuang mati-matian begini. Menjadi nomor satu di sekolah saja tidak mampu.” Selepas mengatakan itu, Andrea Kalyandra meninggalkan Birendra begitu saja di ruang BK, tempat yang akan digunakan setiap papahnya datang ke sekolah.

Birendra menyeka sudut bibirnya, lalu bergegas ke luar ruangan.

“Birendra,” 

Suara panggilan yang tiba-tiba terdengar begitu hangat. Birendra terdiam sesaat saat akan menutup kembali ruangan.

***

Aalok memundurkan langkahnya, tertegun mendengar suara tamparan yang cukup keras dari ruang BK. Dia urungkan untuk membuka pintu. Dan baru kali ini Aalok tidak tahu harus berbuat apa, otaknya berhenti ketika mendengar percakapan yang terjadi. Aalok tidak berniat untuk mendengarkan, namun tubuhnya juga terkunci sendiri.

Mencoba membela diri? Kalah ya kalah Birendra Kalyandra. Kamu menyandang nama Kalyandra. Yang artinya kamu tidak boleh kalah dalam hal apapun. Kamu kalah!!!

Aalok memundurkan dirinya lagi, ingin benar-benar menghilang. Pikirnya tidak baik mendengarkan permasalahan seseorang secara diam-diam. 

Ketika Aalok hendak pergi, tiba-tiba pria paruh baya keluar dan mendapati Aalok sedang berdiri mematung di depan ruangan. Aalok memberi salam dengan menundukkan kepala, pria itu hanya tersenyum tipis dan melangkah pergi.

“Birendra,” 

spontan Aalok memanggil Birendra yang tiba-tiba ikut keluar juga dari ruangan. Mata mereka beradu.

“Ada apa?” Tanya Birendra. Birendra berusaha bersikap biasa, seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

Aalok juga berusaha menormalisasikan dirinya, “Pak Bani. Pak Bani ingin ngobrol sama kita.” Aalok menarik napas, “ditunggu di ruang basket.” Lanjutnya.

Birendra mengangguk.

Lihat selengkapnya