Semua orang yang telah mendaftarkan diri sebagai peserta Basic Training sudah tampak bermunculan hadir. Sebagian lain, ada yang dijemput dari kediamannya hal itu dilakukan oleh panitia, termasuk aku yang rela menghabiskan pulsa untuk mem-follow up mahasiswa baru yang akan bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam. Sebagian dari mereka bahkan ada yang tidak tahu mereka sedang dalam acara apa dan untuk apa? Aku pikir tidak apa-apa kelak juga mereka akan mengetahui apa yang akan dilaksanakan pada kegiatan ini.
Saat ini aku diberi amanah untuk menjadi ketua panitia pelaksana Basic Tarining atau dalam bahasa HMI adalah Latihan Kader tingkat satu kemudian disebut LK satu. Mereka memanggilku ketua OC yaitu kepanjangan dari Organizing Committee. Dengan berbagai keterbatasanku aku berusaha melakukan hal yang terbaik dalam pelaksanaan ini. Semua sudah aku instruksikan untuk menjalankan tugasnya masing-masing, dan saat ini aku tengah membantu Agung membersihkan kelas yang akan digunakan tempat tidur bagi peserta perempuan. Sementara yang lain ada yang menyiapkan peralatan dan kelengkapan, dan beberapa orang lainnya sedang gladi menyiapkan upacara pembukaan.
Sheila seorang perempuan yang berperawakan besar mungkin, dua kali lipat lebih besar dari tubuh Agung turut membantuku membersihkan ruangan itu, menerbangkan debu-debu yang melekat dilantai. Agung membawakan karpet-karpet yang sengaja di sediakan untuk menjadi alas tempat tidur peserta nanti. Agung dan Sheila tampaknya lebih kompak, aku biarkan saja mereka di dalam rungan itu sehingga aku dapat mengechek persiapan yang lain. Baru juga setengah jalan keluar, tiba-tiba beberapa orang sudah terlihat memenuhi meja pendaftaran ulang.
“Peserta sudah datang” Ucapku mengingatkan mereka berdua.
“Iya bang, sebentar lagi juga siap.”
Benar saja, iring-iringan langkah kaki terdengar hingga ke dalam kelas. Mereka sudah hampir mendekat sementara ruangan belum tampak siap. Ada sekitar lima orang yang tengah berjalan menuju kelas ini, dua orang dari mereka adalah laki-laki berperawakan sebaya dengan yang lainnya. Tiga orang lainnya adalah perempuan, wajah mereka hampir kembar tapi tentu saja tidak sama. Dengan menggendong tasnya masing-masing mereka hendak menghampiri.
“Laki-laki disebelah sana!” dengan sopan aku menunjukan arah utara, ruangan lain yang sudah dipersiapkan untuk kamar laki-laki. Tentu saja, kita tidak mungkin menggabungkan laki-laki dan perempuan untuk beristirahat dalam satu ruangan. Mereka berdua mengangguk, dan berterimakasih. Bergegaslah mereka berdua masuk ke dalam ruangan yang telah ditunjukkan.
Kini aku dihadapkan dengan tiga perempuan mahasiswa baru yang cantik-cantik. Balutan jilbab yang rapi mereka kenakan dengan indah. Warnanya terang memancarkan aura dari sudut manapun. Aku terkagum-kagum melihatnya, apalagi mereka membalasku dengan senyuman. Bagaimana tidak, gadis mahasiswa baru ini hampir-hampir membuatku melamun sejenak dan khayalku tidak karuan entah kemana.
“Baiklah, Adinda-adinda sekalian bisa tunggu sebentar disini. Ruangannya, sedang kita bersihkan dulu. Dimohon untuk berkenan menunggu sebentar”
Mereka hanya mengangguk sambil mencuri pandang ke dalam ruangan.
“Owh ya kak, tempat tidur kita disini?” Salah seorang dari mereka tampak menanyakannya dengan nada sinis. Aku merasa terganggu sebenarnya dengan nada seperti itu tapi, tidak apa-apa aku harus membuat mereka nyaman dengan pelayananku.
“Iya Dinda, selama kegiatan ini kalian akan beristirahat di dalam kelas ini.”
“Apa?” Jawabnya tampak terkejut. Sementara kedua teman yang lainnya, tidak menampakan reaksi apa-apa. “Aku mana tahan. Boleh antarkan aku pulang?”
Aku bingung harus bagaimana, menghadapi orang seperti dia ini. Heran juga, mahasiswa sekarang kok gengsinya tinggi, mungkin mereka tidak pernah merasakan pendidikan kepramukaan di sekolahnya dulu yang mengajarkan bagaimana hidup mandiri dalam keadaan apapun. Tapi tidak apa-apa, aku pahami semua itu sebagai permulaan. Lambat laun mereka akan paham kenapa harus tidur diatas karpet bersama-sama di dalam kelas.