"Darimana kamu tahu nama itu? Hadipranata?"
Tiba-tiba laki-laki yang bukan bernama Badai itu sudah berada di dekat Nirina. Menyentak Nirina kembali dari lamunannya.
"Ngapain sih Kak, tanya-tanya?" Apel menyusul, menarik lengan kaus laki-laki itu dengan agak gusar. "Kakak ini sebenernya siapa sih?"
Laki-laki itu menepis tarikan Apel. Ia malah lebih fokus memlototi Nirina.
"Korban yang meninggal di kecelakaan beruntun tadi pagi adalah perempuan berusia 18 tahun. Adiknya laki-laki, usia 7 tahun, selamat tapi kritis. Sekarang di rumah sakit. Nama belakang mereka berdua Hadipranata. Darimana kamu tahu?"
Nirina tak bisa menjawab. Ia hanya bisa menatap laki-laki itu dengan sorot mata kuyu. Tentu saja ia tidak bisa mengatakannya. Bisa-bisa dia dianggap gila. Apa yang Nirina lihat sebelumnya hingga mendadak ia menjerit di angkot.
Mana berani Nirina bercerita tentang sosok gadis tak berwajah yang terus mengikutinya dari lokasi kecelakaan di jalan tadi. Sosoknya makin kabur namun Nirina masih bisa menangkap tangannya yang bergerak-gerak perlahan. Dia mendekapkan tangan ke dada. Tadi kata 'Hadipranata' seperti menyusup begitu saja di telinga Nirina.
Sementara itu, rahang Apel terasa mengencang melihat Nirina dan laki-laki misterius ini saling beradu pandangan.