Menginjak kelas 5 SD, Ibu Apel akhirnya membawa Apel ke lembaga psikologi anak.
"Kamu mau sembuh dari penyakit menyebalkan dan dijauhi teman, kan?" bujuk Ibu Apel sambil menggandeng putrinya untuk terapi. Tak banyak yang diingat Apel dari masa-masa itu. Hanya gedung putih biru, tiga kali sesi dalam seminggu, dan terapis manis berambut sebahu bernama Kak Wi.
Kata orang di sekitarnya kelakuan Apel mulai membaik. Terapi perilaku sepertinya berhasil membantu Apel mengendalikan dirinya. Ternyata tidak mudah menjadi orang yang tidak menyebalkan.
"Tarik nafas... ya betul begitu." Kak Wi menggenggam tangan Apel.
"Ingat, membantah dan melawan tidak selalu negatif. Tidak harus dengan amukan dan teriakan. Kamu juga bisa melawan dengan upaya, membantah dengan karya, bukan hanya kata-kata."
Kalimat itu membekas pada diri Apel. Ia menjuarai berbagai kompetisi. Langganan nilai tertinggi. Tapi semua itu tidak berguna. Tidak berguna di hadapan bintang SMA Sagita yang bernama:
Nirina.